Kota Palembang yang dikenal dengan sungai-sungainya kini menghadapi ancaman serius. Alih fungsi sungai dari daerah resapan menjadi kawasan pemukiman dan industri telah menyebabkan degradasi lingkungan yang parah.
- Butuh Transaparansi dan Solusi Pasti Menagani Pencegahan Karhutbunlah di Sumsel
- Sederet Kasus Lingkungan Tak Tuntas, Kawali Sumsel Siap Sinergi dengan Polda Sumsel: Jerat Pidana RMK Energy (RMKE) dan Korporasi Perusak Lingkungan
- Mengulas Detil Sanksi RMK Energy (RMKE) dalam Sudut Pandang Aktivis Lingkungan, Kawali: APH Kemana Aja?
Baca Juga
Ketua DPW Kawali Sumsel, Chandra Anugerah, mengungkapkan keprihatinan atas kondisi ini. Ia menyebut banyak sungai di Palembang yang ditimbun dan fungsinya berubah, sehingga mengancam keseimbangan ekosistem dan ketersediaan air bersih.
Pemerintah daerah diminta untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi masalah ini. Di antaranya dengan melakukan inventarisasi sungai, memperkuat koordinasi antar instansi, dan melibatkan masyarakat dalam upaya pelestarian sungai.
"Fungsi anak sungai yang dulunya sangat vital kini mulai terdegradasi. Banyak sungai yang ditimbun dan berubah fungsi, menyebabkan hilangnya kemampuan sungai dalam mendukung keseimbangan ekologi dan kebutuhan air bersih masyarakat,” ujar Candra dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/10/24).
Chandra menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk menjaga kelestarian sungai. Berdasarkan data yang ada, Kota Palembang kini memiliki 114 sungai dan anak sungai, di mana Sungai Musi merupakan yang terbesar dengan lebar rata-rata 504 meter.
Ketiga sungai besar lainnya, seperti Sungai Komering, Sungai Ogan, dan Sungai Keramasan, juga memiliki peran penting, namun fungsinya perlahan tergeser oleh kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat.
Menurut pria yang akrab disapa Capung ini, pengelolaan sungai di Palembang masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal standarisasi kelembagaan dan koordinasi antar instansi.
“Saat ini belum ada standar kelembagaan yang khusus menangani pengelolaan sungai secara terintegrasi. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah untuk segera menyiapkan kebijakan yang signifikan dan operasional,” lanjutnya.
ia juga menyoroti landasan hukum yang telah ada, seperti Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, namun menurutnya implementasi di lapangan masih belum optimal.
Sebagai upaya untuk menyelamatkan sungai-sungai yang ada, Kawali Sumsel mendorong agar dilakukan inventarisasi dan registrasi terhadap potensi sungai serta bangunan yang berada di sekitar sungai.
Chandra menilai hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, yang mengatur tentang perencanaan pengelolaan sungai.
“Koordinasi lintas sektor sangat penting untuk menyusun rencana pengelolaan dan pembinaan sungai secara menyeluruh. Kami berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk menerapkan kebijakan yang tepat dan efektif,” ujarnya.
Dalam penutupnya, Candra mengingatkan bahwa sejarah mencatat sungai sebagai tempat berawalnya peradaban manusia.
“Sungai bukan hanya jalur transportasi, tapi juga sumber utama kehidupan dan keberlanjutan ekosistem. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menjaga agar fungsi sungai tetap terjaga dengan baik untuk generasi mendatang,” pungkasnya.
- Butuh Transaparansi dan Solusi Pasti Menagani Pencegahan Karhutbunlah di Sumsel
- Sederet Kasus Lingkungan Tak Tuntas, Kawali Sumsel Siap Sinergi dengan Polda Sumsel: Jerat Pidana RMK Energy (RMKE) dan Korporasi Perusak Lingkungan
- Mengulas Detil Sanksi RMK Energy (RMKE) dalam Sudut Pandang Aktivis Lingkungan, Kawali: APH Kemana Aja?