Kangkangi Sanksi Kementerian ESDM, PT Musi Prima Coal Tetap Nambang Batubara Malam Hari

Foto udara aktivitas tambang di areal tambang 1 milik PT Musi Prima Coal. Foto diambil pada Selasa (7/9) petang. (rmolsumsel.id)
Foto udara aktivitas tambang di areal tambang 1 milik PT Musi Prima Coal. Foto diambil pada Selasa (7/9) petang. (rmolsumsel.id)

Sepertinya PT Musi Prima Coal (PT MPC) tidak mengindahkan sanksi dari Kementerian ESDM melalui Dirjen Minerba, terkait penyetopan operasional kegiatan penambangan akibat adanya kecelakaan tambang beberapa waktu lalu.


Hal itu terjadi setelah Tim Kantor Berita RMOLSumsel beberapa hari ke belakangan melakukan penelusuran dan membuktikan bahwa perusahaan tersebut masih beraktifitas meski sanksi telah dikeluarkan. 

Aktivitas penambangan batubara perusahaan di areal Tambang 1 yang berada di Desa Gunung Raja, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim itu tak hanya berlangsung siang hingga sore, namun sampai malam hari. Seperti normalnya sebelum terjadi kecelakaan tambang.

Foto udara aktivitas tambang di areal tambang 1 milik PT Musi Prima Coal. Foto diambil pada Selasa (7/9) malam.

"Masih beraktifitas, kendaraan masih lalu lalang," ujar warga yang tinggal di sekitar areal tambang, seraya mengatakan, perusahaan itu sempat diprotes warga beberapa hari setelah kecelakaan tambang terjadi pada Kamis (12/8) lalu. 

Wara sekitar lokasi perushaan juga tidak begitu mengetahui, jika operasional atau kegiatan penambangan batu bara perusahaan itu lagi disetop karena ada sanksi sesuai peraturan perundang-udangan. Sebab banyak warga dan rekan mereka yang ikut bekerja di perusahaan itu. 

"Mereka masih kerja, seperti biasa. Tapi memang ada yang ngomong (bilang) sekarang gawe (kerja) sampai malam," ungkap warga yang enggan disebut Namanya itu. 

Foto udara aktivitas tambang di areal tambang 1 milik PT Musi Prima Coal. Foto diambil pada Selasa (7/9) malam.

Dari penelusuran ini, tim melihat jelas puluhan truk pengangkut batubara tetap beroperasi. Hanya saja pada malam hari, foto udara juga menunjukkan aktivitas penambangan berlangsung dalam kondisi minim cahaya.

Tidak banyak lampu yang ada di areal tambang. Penerangan hanya terdapat di areal yang dilakukan pengerukan dan pada kendaraan. Sedangkan sisanya, terlihat gelap, minim pencahayaan.

Suasana ini, kurang lebih sama dengan suasana kejadian saat tewasnya mandor tambang Nurul Hidayat pada Kamis (12/8) lalu. Ia tewas terlindas dalam kondisi lokasi Tambang 1 yang minim penerangan. 

Foto udara aktivitas tambang di areal tambang 1 milik PT Musi Prima Coal. Foto diambil pada Selasa (7/9) petang.

Untuk diketahui, Nurul Hidayat disebut sebagai mandor tambang dan merupakan pegawai PT Nusa Indo Abadi (PT NIA) yang merupakan sub kontraktor PT Lematang Coal Lestari (PT LCL).

PT LCL merupakan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dari PT Musi Prima Coal (PT MPC) yang menyuplai batubara untuk pembangkit listrik Mulut Tambang Gunung Raja yang dikelola oleh PT GHEMMI. 

PT MPC memiliku Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mengelola areal operasi produksi seluas lebih dari 4.400 hektar.

Sebelumnya, saat dikonfirmasi Sabtu (4/9) lalu, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Lana saria menegaskan, pihaknya menyetop operasional PT MPC dan semua yang terlibat di dalamnya setelah dilakukan investigasi kecelakaan tambang.

Foto udara aktivitas tambang di areal tambang 1 milik PT Musi Prima Coal. Foto diambil pada Selasa (7/9) siang.

Penyetopan dilakukan sampai pihak perusahaan menjalankan rekomendasi dari Kementerian ESDM yang sesuai dengan Surat Edaran Kewajiban Perusahaan terkait Tindak Lanjut Kecelakaan Tambang Berakibat Mati yang dikeluarkan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM bernomor 06.E/37.04/DJB/2019.

Yakni evaluasi terhadap Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) PT Lematang Coal Lestari (PT LCL) yang pada saat kejadian bertanggung jawab terhadap aktifitas yang menewaskan korban Nurul Hidayat. 

Polisi melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) tewasnya mandor tambang Nurul Hidayat, Kamis (12/8) lalu.(ist)

Sebagai turunan dari evaluasi IUJP itu, terdapat pula rekomendasi untuk mengevaluasi Kepala Teknik Tambang (KTT) yang bertanggung jawab terhadap penerapan kaidah pertambangan yang baik sesuai Undang-Undang, di areal kecelakaan tersebut.

Rekomendasi juga berupa evaluasi terhadap peralatan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan hal terkait aktifitas pertambangan di areal tambang milik PT MPC tersebut.

Namun berdasarkan fakta di lapangan, PT MPC nampak mengulangi hal yang sama, membiarkan aktivitas pertambangan dilakukan dengan resiko tinggi, sehingga disinyalir tidak sesuai dengan Permen ESDM No.26/1018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Itu artinya operasional perusahaan yang dilakukan saat ini dilakukan tanpa arahan dan tanggung jawab Kepala Teknik Tambang (KTT), yang masih dalam tahap evaluasi sesuai dengan rekomendasi Kementerian ESDM. 

Padahal, KTT adalah seseorang yang memiliki posisi tertinggi dalam struktur organisasi lapangan pertambangan yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya operasional pertambangan sesuai dengan kaidah teknik pertambangan yang baik.