Kanada Beri Bantuan Rp190 Miliar untuk Pengelolaan Gambut di Indonesia

Kepala Kerjasama Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia, Kevin Tokar. (ist/rmolsumsel.id)
Kepala Kerjasama Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia, Kevin Tokar. (ist/rmolsumsel.id)

Pemerintah Kanada memberikan perhatian khusus terhadap pengelolaan gambut di Indonesia. Tak tanggung, dana sebesar Rp190 miliar digelontorkan untuk program pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di tiga provinsi di Indonesia. Salah satunya Sumsel.


Kepala Kerjasama Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia, Kevin Tokar, mengatakan, dana tersebut disalurkan melalui sejumlah lembaga yang berkonsentrasi terhadap pelestarian gambut di tanah air. Sumsel yang memiliki ekosistem gambut terluas di Indonesia juga menjadi salah satu daerah sasaran.

“Luasan lahan gambut Sumsel menjadi yang terbesar kedua di Indonesia. Sehingga kami menilai perlu mendukung pengelolaan gambut yang lebih baik,” kata Kevin saat menghadiri Konsultasi Publik Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Provinsi Sumatera Selatan, Senin (29/8), di Hotel Aryaduta Palembang.

Dia mengatakan, salah satu lembaga yang menjadi mitra Kanada dalam melaksanakan program  pengelolaan lahan gambut yakni World Agroforestry (ICRAF) Indonesia. Dia mengatakan, pengelolaan lahan gambut dinilai penting sebagai komitmen negaranya dalam mendukung pengurangan dampak perubahan iklim.

 “Akan tetapi tujuan kami tak hanya untuk perubahan iklim, melainkan juga membantu petani agar dapat menerapkan tata kelola pertanian yang lebih baik,” bebernya.

Kondisi lahan gambut di Sumsel sendiri sudah dalam kondisi terdegradasi. Sekitar 40 persen dari total 1,2 juta hektar lahan gambut Sumsel sudah banyak yang dibuka untuk kegiatan perkebunan dan pertanian. “Di atasnya hutan, di bawahnya gambut tetapi pada kenyataannya hutan itu ditebang dan dibuka untuk kegiatan perkebunan dan pertanian,” kata Syafrul Yunardi, Tim Ahli Restorasi Gambut Sumatra Selatan

Ia menjelaskan, pembukaan hutan gambut itu seiring tingginya pertumbuhan jumlah penduduk yang berakibat pada keterbatasan lahan produksi. “Padahal dulu lahan gambut itu tidak dilirik, karena ini lahan marjinal alias kurang subur namun karena permintaan lahan tinggi, masuklah perkebunan,” bebernya.

Menurutnya, aktivitas produksi di lahan gambut itu pula yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan disebabkan adanya kanalisasi yang dibuat perusahaan konsesi. “Seharusnya hutan rawa gambut hampir sepanang tahun tergenang, kalau hutan rawa gambut itu baik tidak akan pernah terbakar. Makanya perlu ada sekat kanal agar gambut tak kering,” tandasnya.