Jurnalis Top Belum Tentu Hasilkan Media Hebat

Membangun media yang hebat bukanlah perkara mudah tapi juga tidak sulit. Selama ini banyak yang terjebak dengan membuat media namun di tengah jalan bingung sendiri mau apa dan ujung-ujungnya ditinggalkan.


"Wartawan top, hebat atau apalah belum tentu bisa menghasilkan media yang top pula kalau hanya mengandalkan manajemen konvensional. Apalagi kalau hanya mengandalkan advertising news, tanpa inovasi maka akan menemui jalan buntu," terang Joko Indarto jurnalis senior pendiri Jagaters pada diskusi virtual yang digelar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dengan tema Perusahaan Media Siber di Era Pandemi: Strategi Bertahan dan Berkembang.

Joko mengungkapkan, sukses tidaknya sebuah media bukan dilihat dari senioritas atau topnya seorang jurnalis. Mereka yang dinilai cukup top bisa jadi karena karena medianya tapi tidak mampu kerjasama, juga tidak akan bisa. Setidaknya ada empat hal untuk menjadi media top yakni tim work atau bisa bekerjasama, manajemen yang baik dan jelas, akses jurnalis yang baik dan road map bisnisnya.

Dijelaskan Joko, berdasarkan data Dewan Pers saat ini ada 1226 media onlin yang terdaftar di asosiasi di seluruh Indonesia. Namun jumlah itu diperkirakan lebih banyak karena tidak semua online ini terdaftar diasosiasi, jumlahnya juga ribuan.

Sementara bisnis di sektor media digital termasuk video games diproyeksikan mencapai 1,6 miliar dolar di tahun ini dan terus meningkat di tahun 2024.

Namun dengan membludaknya media online ini juga membuat persaingan juga meningkat. Tanpa inovasi di model bisnis ini maka akan menemui tiga hal yakni kering, sulit dan jalan buntu.

"Sejujurnya media online ini iklannya kering kalau hanya mengandalkan iklan pemerintah. Sudah nilainya kecil, harus berbagi pula. Ujungnya mereka yang tanpa inovasi akan sulit berkembang hingga akhirnya menemui jalan buntu. Hingga akhirnya ditinggalkan. Ini berlaku untuk semua baik jurnalis top maupun yang muda. Malah kadang mereka yang top ini kalah jauh dengan yang muda karena masih mengembangkan pola lamanya, pola konvensional," ucapnya.

Untuk Joko meminta jurnalis meninggalkan pola lamanya yakni minta dihormati, minta disajikan tapi beralih ke jurnalis yang melayani dan memberikan terobosan. Kalau hal itu semua dilakukan maka media yang dibangun itu tidak akan sulit dalam segi pemasukan.

"Saat ini saya beralih dari media konvensional ke media digital, saya hanya menggunakan facebook, akunnya satu. Fokus saya cuma di Webinar. Sempat tidak dipercaya tapi kami terus berkembang, kerja tim. Hasilnya, kini kami sekarang sudah mendapat 1300 kerjasama dari event webinar saja. Dan banyak lainnya," ucap Joko.