Jaringan Aksi 98 Ingatkan Netralitas ASN di Pilkada Sumsel

Aksi presidium Jaringan Aksi 98 di depan Kantor Gubernur Sumsel. (ist/rmolsumsel.id)
Aksi presidium Jaringan Aksi 98 di depan Kantor Gubernur Sumsel. (ist/rmolsumsel.id)

Presidium Jaringan Aksi 98 menggelar aksi damai di depan kantor Gubernur Sumsel, Jumat (6/9).


Dalam pernyataannya, massa mengingatkan pentingnya netralitas bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Penjabat (Pj) Kepala Daerah, termasuk Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam Pilkada serentak di Sumsel pada 27 November 2024.

Koordinator Jaringan Aksi 98, Ramogers  mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas dan keamanan, terutama dalam masa pemilihan yang sering kali memicu tensi politik, elemen masyarakat di Sumsel menyerukan agar semua pihak menjaga sikap netral dan adil.

Ia menegaskan bahwa netralitas dan ketertiban merupakan hal mutlak untuk memastikan Pilkada berjalan aman, tertib, dan tanpa konflik.

"Kami berharap Pilkada terlaksana secara jujur dan adil tanpa adanya kecurangan dari pihak manapun, baik pasangan calon maupun pejabat yang terlibat dalam proses ini," kata Ramogers di hadapan para peserta aksi.

“Presidium Jaringan Aksi 98 secara tegas meminta seluruh ASN dan pejabat daerah untuk menjaga netralitas dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon. Hanya dengan sikap netral, kita bisa menjaga kondusifitas wilayah Sumsel yang sudah dikenal sebagai zona 'Zero Conflict' selama ini,” jelas Ramogers.

Menurutnya, Sumsel telah dikenal sebagai wilayah yang kondusif dalam berbagai event nasional, termasuk Pemilu legislatif dan Pilpres yang telah berlangsung Februari 2024 lalu. Tidak ada konflik besar yang tercatat, meski tensi politik sempat memanas. Oleh karena itu, Presidium Jaringan Aksi 98 menekankan bahwa Pilkada 2024 harus mengikuti jejak yang sama.

Salah satu perhatian utama dalam aksi damai tersebut adalah dugaan ketidaknetralan Penjabat (Pj) Kepala Daerah di beberapa wilayah. Ramogers menyebutkan adanya indikasi keterlibatan Pj Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diduga memberikan dukungan kepada pasangan calon tertentu.

Dugaan ini mencuat ketika beberapa pejabat daerah diundang dalam pertemuan di Hotel Excelton Palembang. Dimana mereka diduga diarahkan untuk menjalankan program yang berpotensi mendukung salah satu pasangan calon Pilkada. 

Jika para Pj Kepala Daerah tidak menjaga netralitasnya, maka potensi konflik di tingkat akar rumput akan semakin tinggi. Masyarakat pendukung masing-masing pasangan calon bisa terpecah belah, bahkan terjadi kerusuhan jika sikap netralitas tidak dijaga. 

Seruan untuk menjaga netralitas ini bukanlah tanpa dasar. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara jelas mengatur bahwa ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Presidium Jaringan Aksi 98 juga mengajukan 5 tuntutan utama kepada seluruh pihak yang terlibat dalam Pilkada 2024:

Pertama meminta Menjaga Kondusifitas, Melaksanakan Tugas Sesuai Tupoksi, Netralitas ASN dan Penjabat Daerah, Tindakan Tegas dari Bawaslu dan Gakkumdu, dan Partisipasi Aktif Masyarakat

"Masyarakat diimbau untuk turut serta dalam mengawasi jalannya Pilkada, melaporkan jika ada dugaan kecurangan atau pelanggaran netralitas oleh ASN maupun pejabat daerah," ungkapnya.

Ramogers menyebutkan, ketidaknetralan ASN atau pejabat daerah bisa memicu kerusuhan di masyarakat. Jika Penjabat Kepala Daerah bersikap partisan, maka para pendukung pasangan calon bisa terprovokasi dan terpecah belah.

“Kondisi seperti ini bisa mengarah pada bentrokan di antara para pendukung calon kepala daerah. Ini jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi yang ingin kita jaga. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjaga netralitas dan tidak memicu konflik,” ujar Ramogers.

Presidium Jaringan Aksi 98 meminta agar Bawaslu tidak ragu untuk menindak ASN atau pejabat yang melanggar aturan.

“Tidak ada ruang bagi pelanggaran netralitas di Pilkada ini. Setiap tindakan yang merugikan proses pemilihan harus ditindak tegas. Ini demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang sedang berlangsung,” tegas Ramogers.