Isi Pidato Kenegaraan Jokowi Disebut Omong Kosong

Pidato kenegaraan Jokowi dalam HUT RI ke-76. (rmol.id)
Pidato kenegaraan Jokowi dalam HUT RI ke-76. (rmol.id)

Direktur Eksekutif Indonesia Resilience (IRES), Hari Akbar Apriawa, menilai isi pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo pada  Sidang Istimewa MPR Hari Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai omong kosong.


Meski menyoroti penanganan pandemi, Jokowi tidak menyampaikan permintaan maaf atau belasungkawa atas buruknya kinerja pemeirntahannya menangani Covid-19 yang mengakibatkan kematian atas 120 ribu jiwa.

“Rasa-rasanya sense of crisis pak Jokowi perlu dipertanyakan kembali dalam situasi sekarang ini. Rasa Empati, simpati dan hormat tidak ditujukan kepada korban akibat pandemi yang sudah menelan 120 ribu jiwa,” kata Hari Akbar seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (18/8).

Hari Akbar kemudian menyoroti pidato Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa selama satu setengah tahun Indonesia dilanda pandemi Covid-19 telah terjadi penguatan yang signifikan dalam perilaku dan infrastruktur kesehatan, sekaligus penguatan kelembagaan nasional.

Jokowi juga menyebut kesadaran, partisipasi, dan kegotongroyongan masyarakat menguat. Kelembagaan pemerintahan lintas sektor dan lintas lembaga negara, serta antara pusat dan daerah sampai dengan desa, juga mengalami konsolidasi. Hal ini membuat kapasitas sektor kesehatan meningkat pesat dan semakin mampu menghadapi ketidakpastian yang tinggi dalam pandemi.

Faktanya, kata Hari Akbar, banyak rumah sakit bangkrut, keterisian BOR mencapai 90-100 persen, peningkatan kematian tenaga kesehatan, kelangkaan oksigen serta macetnya distribusi vaksin di beberapa daerah.

Kemudian, data terakhir yang terhimpun pada laman laporcovid19.org menyebutkan ada 1.889 tenaga kesehatan yang meninggal dunia. Kematian di luar rumah sakit juga mengalami peningkatan di bulan Juni-Juli 2021, dari laman yang sama menyatakan setidaknya ada 3.007 jiwa meninggal dunia.

Indonesia Resilience menilai pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan yang lebih kompeten dan menyediakan layanan fasilitas kesehatan yang lebih adil dan merata untuk masyarakat di Indonesia.

Hal-hal pemenuhan dasar hidup seharusnya juga menjadi sorotan utama pemerintah di masa krisis saat ini, negara berkewajiban untuk melindungi rakyatnya secara utuh. Terlebih, kata Hari Akbar, penanganan Covid-19 yang belakangan ini terkesan “baru belajar” menjadi catatan bahwa pemerintah kurang responsif dan tidak memiliki rencana kontinjensi dalam penanganan wabah di awal pandemi.

“Saya kira pidato kenegaraan presiden pada sidang tahunan yang jika dikonversi ke dalam teks dibaca 9 menit dan jika ditonton dalam kanal youtube cnn indonesia sekitar 32 menit itu adalah omong kosong belaka. Layaknya motivasi yang hanya selesai dalam ruang seminar tetapi tidak bisa menyelesaikan masalah secara kontekstual,” pungkas Hari.

Oleh sebab itu, Hari menyarankan agar pemerintah melakukan beberapa hal diantaranya mengevaluasi berkala secara transparan atas penanganan pandemi Covid-19 yang menyeluruh. Kemudian, memberlakukan UU Kekarantinaan Kesehatan dan menjalankan kewajiban-kewajiban Negara atas hak hidup rakyatnya.

“Juga merealisasikan percepatan penanggulangan Covid-19, serta menyiapkan rencana kontijensi untuk bencana non alam,” kata Hari Akbar.