Giliran Aiptu Fandri Dijadikan Tersangka Kasus Penganiayaan Debt Collector

 Aiptu Fandri saat melakukan penganiayaan terhadap debt collector di parkiran Palembang Squre Mall Jalan POM IX Kecamatan Ilir Barat I Palembang beberapa waktu lalu. (Handout)
Aiptu Fandri saat melakukan penganiayaan terhadap debt collector di parkiran Palembang Squre Mall Jalan POM IX Kecamatan Ilir Barat I Palembang beberapa waktu lalu. (Handout)

 Penyidik Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sumsel akhirnya menetapkan Aiptu Fandri sebagai tersangka kasus penganiayaan Deddi Zuheransyah debt collector di areal parkiran Palembang Squre Mall pada 23 Maret 2024 lalu. 


Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto mengatakan laporan polisi yang dibuat pihak debt colector dengan terlapor Aiptu FN dalam dugaan kasus penganiayaan terhadap korban Dedi Zuheriansyah sesuai laporan : LP/B/ 321/III/2024/SPKT POLDA SUMSEL,tgl 23 Maret 2024, pelapor Dira Oktasari tentang penganiayaan berat pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

"Penanganan kasus ini berproses dan tetap berjalan, terlapor Aiptu FN sudah ditetapkan sebagai tersangka hari ini dilakukan pemeriksaan. Kedua pihak telah saling melapor dan kedua perkara ditangani secara profesional oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sumsel,"kata Sunarto Jumat (26/5/2024).

Sebelum proses pidananya, Aiptu FN Bid Propam Polda Sumsel ditahan Patsus. Sunarto menegaskan, meski sudah memproses laporan istri Aiptu FN, Polda Sumsel juga melakukan hal yang sama terhadap laporan debt collector.

"Pointnya saya tegaskan penyidik bertindak profesional dan proporsional. Di patsus dalam rangka pemeriksaan Propam dan hari ini lanjut diperiksa terkait laporan pidana," katanya.

Sementara dari hasil pemeriksaan terkait kepemilikan mobil yang dikuasai oleh FN, dibeli dari seorang yang bernama Edward alias Edo yang masih dalam pencarian penyidik. Dalam hal ini FN bukan merupakan debitur dan tidak memiliki hubungan hukum dengan kreditur.

Dijelaskan Sunarto, berdasarkan putusan MK No 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020, dan 

ditegaskan lagi oleh putusan MK No 2/PUU-XIX/2021 tanggal 21 Agustus 2021 yang menjelaskan apabila debitur keberatan menyerahkan secara sukarela obyek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia tidak berlaku dan harus dilakukan eksekusi melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Terhadap perkara ini putusan MK tersebut diatas merupakan dasar adanya mens rea terhadap kegiatan kegiatan penarikan mobil di jalan oleh debt collector yang tidak sesuai dengan keputusan MK tersebut," katanya.