Dugaan Kecurangan Seleksi PPPK di OKU Mencuat, Empat Honorer K2 Jadi Korban

Bukti kelulusan Juwanto di situs resmi BKN/ist
Bukti kelulusan Juwanto di situs resmi BKN/ist

Proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) kembali menuai kontroversi. Empat honorer Kategori 2 (K2) yang sebelumnya dinyatakan lulus, mendadak menerima kabar bahwa kelulusan mereka dibatalkan.


Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam rekrutmen ASN di daerah tersebut.Keempat honorer yang batal dilantik mengaku tidak mendapatkan pemberitahuan resmi sebelum pengumuman pembatalan dikeluarkan. 

Bahkan, salah satu dari mereka, Juwanto, mengaku sangat terkejut saat mengetahui pembatalan tersebut dari pemberitaan di media. "Saya benar-benar terkejut ketika mendengar dari berita bahwa kelulusan kami dibatalkan. Sebelumnya, saya yakin telah memenuhi semua persyaratan dan lulus seleksi. Namun, tiba-tiba keputusan berubah tanpa ada pemberitahuan atau kesempatan klarifikasi," ungkap Juwanto, Selasa (5/3/2025).

Didampingi keluarganya, Juwanto mengungkapkan rasa kecewanya yang mendalam. Sebab, cerita pahit yang serupa telah beberapa kali dialaminya. Namun, selama ini ia mencoba bersabar dan tetap berjuang untuk menggapai cita-citanya sebagai PPPK.

Dengan raut wajah lesu, Juwanto menceritakan awal dirinya menjadi honorer sejak 2004. Saat itu dirinya menjadi honorer di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan. Akan tetapi sejak UPTD dihapuskan, pada 2019 ia menjalankan tugasnya sebagai honorer di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di wilayah OKU, dari berstatus honorer K1 hingga turun ke K2.

Tapi, setelah tiga kali ikut seleksi dan dinyatakan lolos sebagai PPPK, selalu digugurkan dengan alasan tidak aktif berdasarkan absensi.

“Sejak 2019 sampai sekarang saya kerja di PKBM. Saya masuk dan absen terus. Mungkin kesalahannya di situ, mereka anggap saya masih di UPTD. Padahal saya hanya ikut gerbongnya saja. Saya tugasnya di PKBM,” bebernya.

Juwanto mengaku, sebelum mengikuti seleksi dia telah melengkapi semua persyaratan yang diperlukan termasuk rekomendasi atau surat keterangan aktif bekerja dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten OKU. 

“Setelah mengikuti seleksi dan dinyatakan lolos, tiba-tiba saya dipanggil pihak inspektorat dan dikonfirmasi menandatangani, namanya Pak Setiawan, mengkonfirmasi mengenai pernyataan saya tidak aktif bekerja selama empat tahun dan ada surat pemberitaan kelulusan saya dibatalkan. Saya bingung, kenapa bisa berubah. Padahal sampai sekarang dipengumuman secara online, saya masih dinyatakan lolos,” bebernya.

Selama ini, Juwanto mengaku hanya pasrah. Namun di usianya yang sudah 51 tahun, dirinya bertekad untuk memperjuangkan haknya dan berharap dapat dilantik sebagai PPPK.

“Usia saya sudah 51 tahun, kalau ASN pensiun usia 58 tahun. Artinya tinggal 7 tahun lagi saya bisa mengabdi. Jadi saya sangat berharap bisa dilantik sebagai PPPK kali ini,” pungkasnya.

Pemerintah Kabupaten OKU melalui Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) OKU, Mirdaili, menyatakan bahwa pembatalan kelulusan berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat. Ia mengungkapkan bahwa keempat pegawai tersebut dinilai tidak aktif bekerja selama empat tahun terakhir.

“Berdasarkan pemeriksaan Inspektorat dan rekomendasi dari dinas terkait, mereka dinyatakan tidak aktif sejak 1 Januari 2020. Oleh karena itu, kelulusan mereka dalam seleksi PPPK dibatalkan,” jelas Mirdaili.

Namun, pernyataan ini bertentangan dengan pengakuan Juwanto dan honorer lainnya yang menegaskan bahwa mereka masih bekerja dan memiliki absensi yang lengkap. Mereka juga telah melengkapi seluruh dokumen yang disyaratkan, termasuk surat keterangan aktif dari Dinas Pendidikan OKU.

Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi seleksi PPPK di OKU. Muncul dugaan bahwa ada intervensi pihak tertentu yang mengorbankan honorer yang telah mengabdi selama belasan tahun.

Beberapa pihak menilai bahwa proses seleksi PPPK di OKU perlu diaudit secara menyeluruh agar tidak terjadi ketidakadilan yang merugikan para honorer yang telah lama mengabdi. Sementara itu, pihak Inspektorat Kabupaten OKU ketika hendak dikonfirmasi, tidak ada satu pun pejabat yang berwenang bisa memberikan jawaban.