Mushola Al-Kautsar, Tempat Ibadah Muslim Palembang Berusia 300 Tahun di Tepian Sungai Musi

Musholla Al Kautsar. (fauzi/rmolsumsel.id)
Musholla Al Kautsar. (fauzi/rmolsumsel.id)

Palembang dikenal sebagai kota dengan sejarah panjang dalam penyebaran Islam. Salah satu buktinya adalah keberadaan Mushola Al-Kautsar, tempat ibadah yang telah berdiri sejak akhir abad ke-18 dan masih kokoh hingga saat ini. 


Mushola ini terletak di Lorong Sungai Buntu, Kelurahan 10 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, tepat di tepian Sungai Musi.

Mushola Al-Kautsar dibangun oleh Habib Husein bin Abdullah Alkaf sebagai sarana ibadah dan pusat penyebaran Islam. Bangunan ini dibuat dari kayu unglen yang terkenal kuat dan tahan lama. 

Hingga kini, struktur asli mushola masih dipertahankan, meskipun sempat mengalami perbaikan akibat rusak dibom Belanda dalam perang lima hari lima malam pada tahun 1947.

Dengan luas sekitar 10x12 meter, mushola ini memiliki desain sederhana tanpa ornamen mencolok, hanya dikelilingi pagar besi berwarna hijau. Keunikan lainnya, mushola ini memiliki tangga yang langsung menuju Sungai Musi, memungkinkan jamaah berwudhu langsung di tepi sungai. Suasana sejuk dan ketenangan saat beribadah di sini semakin terasa, terutama pada waktu Zuhur dan Ashar.

Menurut Abdullah bin Alwi Bin Husein, cucu dari pendiri mushola, tempat ibadah ini terus dijaga oleh generasi penerus keluarga Syekh Abu Bakar. 

"Untuk bagian dalamnya masih seperti dulu, tidak berubah dari kayunya. Perbaikan hanya sekali setelah dibom Belanda. Hanya ada perluasan di kanan dan kiri untuk menampung lebih banyak jamaah," ungkapnya.

Mushola Al-Kautsar hingga kini masih digunakan untuk sholat lima waktu, khusus untuk laki-laki. Berbeda dengan masjid, perempuan tidak diperkenankan sholat di dalam mushola, sesuai dengan hukum syariat Islam yang dianut oleh para pendirinya. 

"Dari dulu memang begitu, perempuan lebih baik sholat di rumah," tambah Abdullah.

Sebagai bagian dari sejarah Islam di Palembang, Mushola Al-Kautsar tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang kota ini dalam mempertahankan nilai-nilai keislaman.