Sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuasin merupakan areal gambut. Hanya saja, pemanfaatan ekosistem gambut oleh masyarakat masih belum optimal.
Untuk itu, ICRAF Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Banyuasin, Senin (27/9) menggelar lokakarya kepada masyarakat di tiga kecamatan di Banyuasin. Yakni Kecamatan Muara Padang, Rambutan dan Muara Sugihan.
Dalam kesempatan tersebut, sejumlah peneliti gambut memaparkan rencana atau hasil penelitian yang telah dilakukannya selama tiga bulan dan dirangkum dalam dokumen Peta Jalan Gambut Lestari. Dokumen ini diharapkan menjadi modul ataupun petunjuk bagi masyarakat untuk memanfaatkan potensi lahan gambut yang ada di daerahnya.
Kepala Bidang Pembangunan Kawasan Perdesaan, DPMD Kabupaten Banyuasin, H.M. Yasir Darojat SH, MM, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Banyuasin, Roni Utama, AP, M.Si mengatakan, pemanfaatan ekonomi lahan gambut tidak hanya bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Harus ada juga instrumen perlindungan, pelestarian dan pengelolaan ekosistem gambut.
“Kami mendorong masyarakat desa dan kepala desa agar bisa mengintegrasikannya ke dalam RPJMDes maupun RKP Desa,” bebernya.
Menurutnya, masukan dari peneliti cukup penting. Agar pembangunan desa maupun upaya pelestarian lingkungan gambut bisa berjalan seimbang.
Koordinator Program Peat-IMPACTS Indonesia, Feri Johana, dalam sambutannya juga menyatakan, Peta Jalan Gambut Lestari berisi informasi serta hasil penelitian 50 peneliti Sumsel yang tergabung dalam Inkubator Peneliti Muda Gambut (IPMG). Mereka telah menggali informasi dan menggali potensi lahan gambut di 34 desa gambut yang ada di Kabupaten OKI dan Banyuasin.
“Mereka berinteraksi dengan petani gambut serta para penggiat gambut untuk mengungkap berbagai pengetahuan, pembelajaran, dan opsi intervensi untuk pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan,” terangnya.
Proses penyusunan dilaksanakan secara bertahap dan melibatkan berbagai pihak di desa, melalui wawancara, survei rumah tangga, maupun diskusi kelompok terpumpun. Analisis data kemudian dilakukan di tingkat desa.
Dokumen Peta Jalan Gambut Lestari tersebut disusun dengan alat bantu ALLIR (Assessment of Livelihoods and Landscapes to Increase Resilience) atau ‘Penilaian Modal Penghidupan dan Bentang Lahan untuk Meningkatkan Resiliensi’.
Susunan dokumen Peta Jalan Gambut Lestari terbagi menjadi empat bagian. Pertama, membahas mengenai karakteristik penghidupan desa di lahan gambut Sumsel. Kedua, menjabarkan strategi peningkatan penghidupan berkelanjutan masyarakat pada kawasan hidrologis gambut.
Ketiga, peta jalan peningkatan penghidupan berkelanjutan yang terdiri dari opsi intervensi, kelembagaan, faktor pemungkin, dan perubahan perilaku dalam menuju desa gambut yang lestari. Keempat, merupakan bagian penutup berupa ringkasan dari masing-masing bab yang telah dijabarkan sebelumnya
Koordinator Paket Kerja-3 Peat IMPACTS, Dr. Gerhard Manurung menyampaikan, berdasarkan hasil analisa penelitian, ada enam jenis model bisnis yang nantinya ditawarkan sesuai hasil penelitian. Pertama, pengembangan padi ramah lingkungan dengan penyiapan lahan tanpa bakar dan penggunaan pupuk organik.
Lalu, pengembangan Agro-silvo-pasto-fishery dalam sistem usaha tani paludikultur. Ketiga, pemanfaatan HHBK Madu. Keempat, pengkayaan jenis pada kebun sawit monokultur dengan tumpang sari; sawit – (jahe/kunyit/pinang).
“Kemudian, ada juga agroforestry karet melalui pengkayaan dengan jenis tanaman semusim dan pohon buah-buahan. Terakhir, pengembangan agroforestry dengan jenis tanaman yang tidak disukai gajah untuk mitigasi konflik manusia – gajah,” pungkasnya.
- Pemprov Sumsel Siapkan BKBK, Muratara Usulkan Sejumlah Proyek Prioritas
- Teror Ular Kobra di Desa Celikah OKI, Dua Warga Tewas Dipatuk
- Presiden Prabowo Tanam Padi Serentak di Sumsel, Dorong Swasembada hingga Jadi Lumbung Pangan Dunia