Kesenjangan gender dalam pembangunan daerah menjadi salah satu isu utama yang mendapat perhatian Pemprov Sumsel. Untuk itu, diperlukan perencanaan pembangunan daerah yang dapat mengurangi GAP kesenjangan gender.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sumsel, Henny Yulianti mengatakan, berdasarkan RPJMD Sumsel 2019-2023, kesetaraan dan keadilan gender di Sumsel dinilai belum optimal. Hal itu dapat dilihat dari pencapaian komponen Indeks Pembangunan Gender 5 (IPG) senilai 92,62 (urutan ke-9 dari 34 provinsi) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) senilai 73,53 (urutan ke-6 dari 34 provinsi).
"Sehingga strategi pengarusutamaan gender harus ditingkatkan di setiap aspek pembangunan. Termasuk terhadap perubahan iklim," kata Henny usai kegiatan Lokakarya Pengarusutamaan Gender (PUG) dengan tema “Pendampingan Identifikasi Kesenjangan Gender dan Penyusunan GAP/GBS untuk Pembangunan Berketahanan Iklim Sumsel di Hotel Beston, Senin (21/2).
Dia mengatakan, seluruh kegiatan yang dirancang oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah mengedepankan isu kesetaraan gender. Hanya saja, melalui lokakarya yang bekerja sama dengan ICRAF Indonesia melalui proyek Sustainable Landscapes for Climate Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives), pihaknya bisa mengidentifikasi kesenjangan gender yang ada.
"Makanya digelar kegiatan ini untuk untuk mengidentifikasi kesenjangan gender dalam berbagai aspek pembangunan yang berketahanan iklim, serta meningkatkan kapasitas SDM agar mampu mengidentifikasi isu gender dan melakukan analisis gender pada program/kegiatan di masing-masing Perangkat Daerah menggunakan analisis gender GAP/GBS," katanya.
GAP atau Gender Analysis Pathway adalah alat analisis untuk membantu para perencana dalam memastikan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan/program pembangunan, sedangkan GBS atau Gender Budget Statement adalah dokumen pertanggungjawaban spesifik gender yang memastikan keluaran kegiatan telah responsif terhadap isu kesenjangan gender.
Koordinator Land4Lives Sumsel, David Susanto mengatakan, Perempuan seringkali memiliki akses dan kontrol yang terbatas terhadap modal penghidupan termasuk lahan, aset finansial, informasi, dan pelatihan. Keterwakilan perempuan dalam politik dan komunitas yang rendah serta norma, budaya, dan agama turut erkontribusi terhadap kerentanan perempuan terhadap perubahan iklim. "Pengarusutamaan gender untuk mengatasi dampak perubahan iklim memiliki peran yang penting," ucap dia
Menurut dia, Pengarusutamaan gender dalam perubahan iklim akan meningkatkan keberhasilan pelaksanaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sekaligus mengurangi kesenjangan gender dalam pembangunan,” ujarnya.
Dalam suatu Perangkat Daerah diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, yang mampu menjadi agen penggerak dalam melaksanakan PUG. SDM tersebut harus mampu memahami dan mengerti tentang berbagai isu gender, kebijakan PUG, dan mampu melakukan analisis gender terhadap berbagai kebijakan, program dan kegiatan, termasuk program dan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta mampu melakukan integrasi gender dalam perencanaan dan penganggarannya.
"Penting untuk dilakukan pendampingan identifikasi kesenjangan gender dan penyusunan GAP/GBS untuk pembangunan berketahanan iklim bagi Focal Point Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2023," pungkasnya.
- Peringati Bulan Bung Karno, PDIP Sumsel Gelar Lomba Masak Bertema Non Beras
- Longsor di Empat Lawang, Kendaraan Terpaksa Putar Balik
- Kesaksian Warga Tulung Selapan Soal Benda Misterius Jatuh di OKI