Djan Faridz, Bos Priamanaya Group Terseret Kasus Harun Masiku, Perusahaannya di Sumsel Kerap Dilaporkan Melanggar Lingkungan

Pelabuhan bongkar muat batu bara milik PT Dizamatra Powerindo di kawasan Muara Belida, Muara Enim. (ist/rmolsumsel.id)
Pelabuhan bongkar muat batu bara milik PT Dizamatra Powerindo di kawasan Muara Belida, Muara Enim. (ist/rmolsumsel.id)

Pengusaha Djan Faridz terseret kasus Harun Masiku. Hal itu setelah rumahnya di Jalan Borobudur Nomor 26 Menteng, Jakarta Pusat digeledah oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 


Kegiatan penggeledahan terkait kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR periode 2019-2024 yang menjerat buronan Harun Masiku. 

Dari penggeledahan yang berlangsung 5 jam tersebut, penyidik membawa tiga koper yang diduga berisi barang bukti. 

Penggeledahan tersebut cukup mengejutkan. Pasalnya, selain dikenal sebagai pengusaha, Djan Faridz merupakan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum. 

Djan Faridz sendiri merupakan pengusaha di sektor pertambangan, pemilik Priamanaya Group. Anak perusahaannya di Sumsel yakni PT Dizamatra Powerindo yang memiliki IUP pertambangan di Kabupaten Lahat dan PT Priamanaya Energi yang mengelola PLTU Keban Agung Lahat. 

Dalam operasionalnya, perusahaan-perusahaan tersebut kerap tersandung kasus dugaan pelanggaran lingkungan. Seperti Priamanaya Energi yang pernah mendapat sanksi pengelolaan lingkungan melalui Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel No: 12/KPTS/DLHP/B.IV/2018, tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah kepada PLTU Keban Agung PT. Priamanaya Energi. 

Operasional PLTU ini juga kerap mendapat protes warga. Pasalnya, suplai batu bara yang didapat dari tambang PT Dizamatra Powerindo masih menggunakan jalan umum dalam pengangkutannya. Alhasil, armada pengangkut batu bara perusahaan tersebut kerap menjadi salah satu biang kemacetan di ruas jalan Merapi Area. 

Tak hanya itu, aktivitas bongkar muat batu bara di pelabuhan PT Dizamatra Powerindo yang berada di kawasan Kecamatan Muara Belida, Muara Enim baru-baru ini juga mendapat protes dari warga. Sebab, abu batu bara dari proses tersebut terbang hingga pemukiman di Dusun 2 Sungai Rengas, Desa Patra Tani, Kecamatan Muara Belida. 

Warga hanya diberi kompensasi Rp400 ribu tiap rumah oleh perusahaan. Mereka menilai, besaran kompensasi tidak sebanding dengan kerugian yang mereka alami. 

Jalan menuju pelabuhan juga sempat menjadi polemik. Pasalnya, sebagian lahan yang diperuntukkan jalan hauling tersebut diduga mencaplok aset tanah di kawasan Sriwijaya Science Techno Park (SSTP) milik Pemprov Sumsel. 

Kasus tersebut sempat mencuat pada 2023 lalu yang berujung pembahasan sewa lahan atas tanah yang sudah dibangun jalan hauling. Perjanjian sewa diprotes DPRD Sumsel karena tidak melalui mekanisme yang diatur.