Dituding Hilangkan Anak Sungai, Pembangunan PLTU Sumsel 1 Diprotes Warga

 Kelompok Sumsel Bersih, Rabu (29/9), menggelar aksi damai di PLTU Sumsel 1/Foto: Eko Prasetyo/rmolsumsel.id
Kelompok Sumsel Bersih, Rabu (29/9), menggelar aksi damai di PLTU Sumsel 1/Foto: Eko Prasetyo/rmolsumsel.id

Sekelompok masyarakat yang menamakan Kelompok Sumsel Bersih, Rabu (29/9), menggelar aksi damai di PLTU Sumsel 1 yang berada di Desa Tanjung Menang Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim. Kedatangan puluhan massa guna memprotes aktivitas pembangunan PLTU tersebut lantaran telah merusak lingkungan. Salah satunya menghilangkan anak sungai di sekitar lokasi pembangunan.


Koordinator Aksi, Satria Dharma Wijaya mengatakan, anak sungai tersebut selama ini telah menjadi sumber pengairan warga. Untuk persawahan maupun perkebunan karet. Namun, perusahaan sudah dengan sengaja menghilangkan anak sungai tersebut demi pembangunan PLTU berjenis mulut tambang tersebut.

“Selain itu, ada juga mata air yang sengaja dihilangkan. Kami minta ini dikembalikan lagi. Sebab, sudah jadi sumber pengairan tanam tumbuh kami selama turun temurun,” kata Satria saat dibincangi, Rabu (29/9).

Satria menerangkan, anak sungai tersebut mengalir menuju Sungai Niru yang ada di ujung desa. “Silahkan membangun tapi perhatikan seluruh aspek lingkungan. Jangan sampai aktivitas kami terganggu,” ucapnya.

Mereka juga meminta perusahaan bisa merealisasikan hutan konservasi kawasan PLTU Sumsel 1 dan 1000 tanaman yang dijanjikan kepada masyarakat Tanjung Menang. “Kawasan hutan ini untuk menjaga ketersediaan pasokan air,” ungkapnya.

Selain itu, pihaknya juga menagih janji perusahaan yang akan mempekerjakan eks pemilik lahan yang menjadi lokasi pembangunan. Diceritakannya, saat pembebasan lahan pembangunan, pihak PLTU Sumsel 1 yang diwakili PT Lion Power Energy (LPE) berjanji akan mempekerjakan pemilik lahan sebagai karyawan di PT Songhua Gohua Lion Power Indonesia (SGLPI).

Janji manis perusahaan tersebut, sambung Satria, merupakan salah satu bentuk bujuk rayu ke masyarakat agar lahannya mau dibebaskan. “Kami sebenarnya keberatan lahannya dibebaskan. Karena lahan tersebut merupakan sumber pendapatan kami. Dari tanaman karet. Ketika dibebaskan, kami mau makan apa. Makanya, setelah ada perjanjian dipekerjakan, kami mau dibebaskan. Tapi sampai sekarang tidak ada realisasi,” tuturnya.

Parahnya lagi, sambung Satria, perusahaan malah merekrut tenaga kerja asing (TKA) yang sebagian besar didatangkan dari Cina. “Untuk itu, tuntutan kami lainnya yakni perusahaan dapat menyerahkan dokumen lengkap TKA dan tenaga kerja lokal kepada pemerintah desa setempat serta mendeportasi TKA yang menggunakan visa kunjungan/tidak menggunakan visa kerja kepada pemerintah desa setempat,” ucapnya.

Menurut Satria, gangguan dari aktivitas perusahaan akan semakin bertambah parah. Sebab, kedepannya perusahaan akan membuka tambang batubara yang menjadi suplai bahan bakar PLTU tersebut.

“Belum selesai saja, sudah banyak janji yang diingkari. Sudah banyak lingkungan yang dirusak. Apalagi kalau tambang dibuka nanti,” tegasnya.

Sementara itu, PLTU Sumsel 1 yang diwakili Mr Liu Jian Jun didampingi penerjemah Merry, mengatakan pihaknya belum bisa memenuhi semua tuntutan warga karena keterbatasan pihak PLTUSumsel 1. Namun pihaknya akan melakukan mediasi lanjutan untuk dua hari kedepan.