Dinas Pendidikan Palembang Akui Arahkan Pembelian Buku BOS

Dinas Pendidikan Kota Palembang membenarkan adanya arahan yang dilakukan, terkait pelaksanaan pembelian buku melalui aplikasi system informasi pengadaan sekolah (Sipla), oleh penerima Bantuan Opersional Siswa (BOS) yang diberikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan kepada sekolah di Palembang.


Hal itu disampaikan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Palembang, Siti Ema Sumiatul, saat mendampingi Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang, Ahmad Zulinto, saat menjawab klarifikasi terkait polemik dugaan monopoli pembelian buku yang dilakukan dinas tersebut, Senin (29/6/2020).

"Memang diarahkan, tapi bukan dalam artian monopoli," ungkap perempuan yang juga menjabat ketua BOS Kota Palembang.

Ia menolak jika ada upaya monopoli yang dilakukan, karena menurutnya arahan yang dilakukan masih dalam tahap sesuai aturan.

"Seperti saya pengguna IT, tentu kita punya idola dalam pelaksanaan pembelian. Kalau saya itu, Shope dimana didalamnya ada banyak toko a, b dan c, tentu itu suka-suka kita dan kita pasti akan melihat saat belanja, bintang berapa serta kualitas termasuk hasil review teman-teman lain yang mengatakan toko itu memenuhi kualitas. Karena ini bentuk baru, sosialisasi baru dan ini sudah harus eksekusi, harus action, karena sudah ketinggalan 4 tahun, memang diarahkan, tapi bukan mengarahkan dalam arti monopoli. Karena kami tidak ada kerjasama dengan para pemilik toko," ulasnya.

Ema mengatakan, justru yang harus diantisipasi jika belanja online, itu akan terjadi down apabila terlalu banyak kapasitas yang melakukan belanja.

"Jadi sekarang kita membantu karena kewajiban saya sebagai ketua BOS, mencari cara agar para pelaku tidak keteteran. Ini sebagai upaya, bukan berarti kita mengarahkan dalam arti kerjasama dengan penerbit. Karena yang saya tau penerbit tidak boleh menjual buku," ujarnya.

Harus diketahui, buku hanya boleh dibeli di toko, dalam hal ini pihak ketiga yang ada di Siplah. Kalau ada toko yang sudah memenuhi syarat tentang buku HET.

"Kalau ada toko yang sudah memenuhi syarat tentang buku HET silakan, tentunya kami akan menuntun teman-teman kami tidak salah beli. Karena duitnya tidak bisa dikembalikan jika sudah belanja di Siplah," ulasnya.

Ema mengaku dalam pelaksanaan dana BOS, pihaknya mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, No 8 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis pelaksanaan BOS Regular.

Dimana, dalam hal ini mengamanatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang untuk menunjuk tim pelaksana yang biasa dikenal dengan manager dalam hal ini sekarang disebut dengan ketua dan melekat di jabatan dalam hal ini adalah Sekretaris Dinas.

"Jadi Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Palembang ditunjuk menjadi ketua tim BOS," ungkapnya.

Terkait polemik yang terjadi terkait pelaksanaan dana BOS terkesan di monopoli, khususnya tentang penyelenggaraan pembelian buku.

Dimana, belanja BOS khususnya buku, yang menjadi salah satu komponen pembiayaan dana BOS di Pasal 9 Ayat 2 point b tentang pengembangan perpustakaan.

"Jadi kita berdasarkan pasal tersebut, kita tidak semata-mata melihat satu pasal, tapi kita kembalikan ke proses pendanaan dana BOS, dimana dalam mekanisme ini kita harus menggunakan pembelanjaan barang dan jasa," ungkapnya.

Ema menambahkan, sesuai amanat Permendikbud No 14 Tahun 2020 tentang pedoman belanja barang oleh satuan pendidikan, wajib melakukan belanja melalui Siplah untuk semua sumber dana.

Namun amanat ini, diturunkan lagi melalui Perwali No 63 Tahun 2019, tentang belanja non tunai. Sedangkan untuk buku kita mengacu pada Permendikbud No 8 Tahun 2016, tentang belanja buku dimana dalam satu buku pendidikan itu harus memenuhi Pusat Kurikulum Buku (Puskurbuk) yang dimiliki Kemendikbud.

Artinya, kalau belum lulus disana, maka tidak bisa digunakan oleh sekolah. Tetapi setelah masuk Siplah harus memenuhi HET, artinya harga eceran tertinggi dan memenuhi aturan-aturan lain yang ditentukan pemerintah pusat terkait pengadaan buku di sekolah.

"Buku HET itu sudab diatur dalam zona 1-5 dan zona dua yang dipakai oleh Pemerintah di Sumsel," terangnya.

Untuk buku HET sendiri, sambung Ema sudah diatur mulai dari buku teks utama, buku pendamping dan buku non teks. Dari hasil sosialisasi Dirjen Dikdasmen menjelaskan, pemerintah berharap buku yang diberikan kepada siswa dan menjadi milik siswa.

"Kalau dilihat dari peraturan tentang BOS tahun 2019, bahwa ada pernyataan 20% penyelenggaraan penyediaan buku dari seluruh total anggaran BOS. Tetapi setelah kami kaji bersama tim tidak mencapai 20% itu bahkan bisa lebih," ulasnya.

Sementara itu, Ahmad Zulinto menerangkan, jika bicara monopoli nanti dulu, karena ini bicara aturan. Apa yang diterapkan ini terkait dengan aturan. Artinya akan dilihat tentang aturan dan perundang-undangan.

Karena apa yang dilakukan mungkin memberikan pemahaman, baik kepada media, masyarakat sebagai pengguna dan para penegak hukum yang juga harus mengetahui bagaimana kondisi yang sebenarnya.

"Harus diketahui manajer BOS di Dinas Pendidikan telah berubah sesuai dengan ketentuan, bahwa Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Palembang, secara langsung ditunjuk sebagai manajer BOS atau Ketua BOS," ungkapnya.

Mengapa BOS ini seolah-olah jadi polemik, karena kita semua punya niat yang tidak baik. Karena kalau kita punya niat baik, kenapa harus berpolemik.

Dalam Peraturan Walikota (Perwali) No. 63 Tahun 2019, tentang sistem pembayaran non tunai, dalam belanja anggaran pendapatan belanja daerah Kota Palembang.

"Kita merujuknya kesana. Semua kegiatan keuangan hasil evaluasi kami lapangan, karena sekolah-sekolah kita tidak mampu memberikan pelayanan terbaik dalam penggunaan keuangan, maka kita ubah," terangnya.

Zulinto mengatakan, dari tahun 2017 sudah ada aturan terkait non tunai ini. Tapi dalam pelaksanaannya, kita telah melihat bagaimana kalau kondisi keuangan dilaksanakam secara tunai, artinya semua ditarik langsung oleh sekolah dan ini akan berakibat fatal.

"Kita laksanakan non tunai mulai kebakaran jenggot, kepala sekolah pening, kenapa? Karena, kalau kita mampu membuat Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah (RAKS), dengan tepat guna, kenapa kita harus pusing. Kok heboh karena kita non tunai," ucapnya.

Dengan adanya sistem baru ini, sambung Zulinto, uang tidak boleh ditarik tunai lagi oleh kepala sekolah, untuk menghindari permasalah-permasalah penyimpangan dana BOS.

"Semester I tadi, kami masih berikan toleransi dan saya sendiri yang memberikan toleransi. Karena mereka katanya udah belanja, bahkan uangnya sudah di agen. Oke kita maafkan, tapi Triwulan ke II ini, mana RAKS nya, bingung karena alasan beli gula dan lain-lain sebagainya," katanya.

Terus yang kedua, dengan non tunai maka dapat menghindari dari adanya belanja modal dan jasa dan ini berhubungan lagi dengan aset.

"Kami tidak pernah mulus-mengurus soal aset, kenapa? Kepala sekolah selalu membuat RAKS, belanjanya lain, laporan lain. Tiga ini tidak pernah cocok, jadi rencana lain, belanja lain, laporan lain. Itu yang terjadi," ulasnya.

Dengan non tunai ini, harapannya apa yang tertuang dalam RAKS, apa yang belanja kepala sekolah tidak lagi bohong. Karena Panpel sudah punya kendali, apa yang harus dibelanjakan, pelaporan pun tidak akan ada masalah.

"Ini niat kita dan kalau ini dilaksanakan maka tidak ada lagi tuduhan-tuduhan dana BOS ada penyimpangan. Media bisa lihat, LSM bisa lihat. Tapi kita laksanakan non tunai ini kepala sekolah keberatan semua," terangnya.

Soal adanya perubahan dalam pengadaan belanja buku, Diknas berdalih adanya peraturan menteri, bahwa anak-anak sekolah itu harus dikasih buku, dimana satu anak satu buku. Bukan satu buku dipegang oleh beberapa anak.

Maka Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjelaskan, buku untuk satu anak adalah buku-buku HET atau buku-buku yang murah, dijual dalam harga eceran tertinggi.

"Kalau buku murah kan katek untung. Penerbit keberatan mengeluarkan buku HET. Kenapa?, karena tidak ada untungnya,. Karena harga itu sudah harga pemerintah," ucapnya.

Zulinto mengatakan jika buku HET itu wajib diberikan kepada anak didik. Dimana, satu anak satu buku.

Dengan diberlakukan sesuai dengan aturan pemerintah, Diknas pakai buku HET melalui Siplah, ribut. Kalu para penerbit ataupun rekanan mau, buku HET dan itu sudah ditawarkan.

"Saya sudah tujuh tahun jadi kepala dinas, kenapa masyarakat masih mengeluh, karena masih dipinta untuk beli buku, dan tujuh tahun jadi kepala dinas pernah tidak penerbit ribut?, belum pernah, dan saya sendiri belum pernah lihat rai nyo," ulasnya.

Zulinto yakin jika para penerbit ada buku Siplah tapi tidak mau menawarkan buku murah karena untungnya kecil. Dimana, mereka selalu menawarkan buku mahal.

"Saya yakin penerbit ini sudah ada buku Siplah, tapi dia tidak mau menawarkan buku murah. Bahkan yang lebih naifnya, buku UN dijual," tuturnya.