Belasan TKS Dirumahkan, Ini Penjelasan Kepala BPBD PALI  

Ilustrasi tim BPBD. (ist/net)
Ilustrasi tim BPBD. (ist/net)

Belasan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang bekerja pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan diputus kontrak.


Dari informasi yang berhasil dihimpun Kantor RMOLSumsel.id, belasan TKS yang tergabung dalam Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD tersebut diberhentikan setelah tidak diperpanjangnya kontrak kerja dengan alasan yang  belum jelas.

Seperti yang diungkapkan salah seorang mantan TKS TRC BPBD yang berakhir kerja pada bulan April lalu. Menurutnya, pemecatan dirinya dilakukan dengan alasan yang tidak tepat.

"Kalau di TRC itu ada regunya, jadi kalau total yang diberhentikan kurang dari 20 orang. Alasannya kurang tepat, ada yang katanya tidak disiplin, hingga tidak mau tanda tangan SPPD," kata TKS yang enggan disebutkan namanya, Rabu (3/4).

Selain itu, dirinya juga menjelaskan bahwa kejanggalan lainnya pada saat menerima gaji bulan Januari hingga Maret 2023. Terdapat potongan oleh pihak BPBD dengan dalih sebagai bentuk setor balik.

"Ada yang dipotong langsung oleh BPBD melalui administrasi, sehingga upah yang diterima tidak penuh sebagaimana mestinya. Saat ditanyakan, pihak BPBD melalui bendahara menjelaskan pemotongan tersebut. Dan kejanggalan lainnya, setelah dilakukan protes oleh TKS yang dipecat, ada pengembalian uang sejumlah gaji yang dipotong melalui rekening pribadi," bebernya.

Terpisah, Kepala BPBD PALI, Ahmad Hidayat mengatakan, isu pemberhentian tersebut bukan semata karena menolak diperintahkan untuk melakukan penandatangan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), yang disebut fiktif.

"Tidak ada SPPD fiktif, yang sebenarnya terjadi itu adalah kesepakatan dari TKS yang tergabung di Tim Reaksi Cepat (TRC). Jadi saat mereka piket, tidak ada anggaran makan malam, sehingga ada kesepakatan diantara mereka untuk melakukan pengadaan makan malam yang pembayarannya dari uang SPPD mereka (TRC) sendiri, jadi intinya dari mereka dan untuk mereka sendiri," jelas Hidayat.

Selain itu, dirinya menjelaskan hal utama tidak dilakukan pemanggilan karena keterbatasan anggaran, serta evaluasi kinerja dari TKS yang bersangkutan.

"Disiplin para TKS yang kurang, serta loyal juga terhadap pekerjaan menjadi tolak ukur. Jadi bukan semata-mata tidak ada pertimbangan. Dari 99 anggota BPBD dan hanya 84 orang yang dapat dianggarkan sesuai dengan tupoksi anggaran BPBD," bebernya.

Sedangkan untuk upah yang tidak ada dibayarkan penuh, Hidayat menjelaskan jika memang ada kesalahan dari administrasi.

"Jadi kalau ada yang kurang gajinya atau tidak penuh, itu kurang tepat. Tetapi itu sudah diabayarkan sepenuhnya, sehingga tidak ada yang namanya pemotongan," tukasnya.