Ada juga kabar menyejukkan di tengah hingar-bingar ganasnya wabah virus corona disease 2019 (covid-19). Setidaknya Ekonom Senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Aviliani menilai, kondisi perbankan hingga saat ini masih bagus.
- BUMD Sumsel Bakal Dievaluasi dan Dikaji Ulang, Ini Alasannya
- PLN dan USAID Perkuat Kerjasama untuk Percepat Transisi Energi di Indonesia
- Harga Minyak Goreng Berlaku 1 Februari, Jual di Atas Ketentuan Pedagang Bakal Ditindak
Baca Juga
“Menurut saya masih oke untuk saat ini. COVID-19 kan baru ramai di Indonesia mulai 20 Maret ke atas dan kemarin bank-bank menerangkan kinerjanya masih bagus,” katanya dalam diskusi publik secara daring di Jakarta seperti diberitakan JPNN.com, Sabtu (11/4/2020).
Meski demikian, Aviliani mengatakan kinerja perbankan berpotensi mengalami sedikit penurunan hingga satu tahun ke depan karena permintaan sektor riil yang menurun akibat pandemi COVID-19.
Ia menuturkan para pengusaha juga menyatakan bahwa mereka hanya mampu bertahan tiga bulan ke depan sehingga sekarang sudah mulai ada debitur yang mengajukan restrukturisasi kepada perbankan karena pendapatannya bermasalah.
Aviliani menyatakan perbankan akan melihat secara detil terhadap nasabah yang mengajukan restrukturisasi karena ada beberapa syarat untuk mendapatkan fasilitas tersebut.
“Biasanya macam-macam, nanti sama bank akan dilihat jadi tidak akan otomatis karena belum tentu semua orang punya pinjaman boleh melakukan restrukturisasi,” ujarnya.
Aviliani menyebutkan syarat pertama yaitu nasabah mendapat fasilitas restrukturisasi kredit jika debitur memang mengalami masalah dan kesulitan akibat dampak dari COVID-19.
“Kalau tidak kena dampak karena COVID-19 dan mereka tidak jujur demi mendapat restrukturisasi akan kena pidana,” tegasnya.
Kemudian, nasabah harus melakukan negosiasi dengan pihak perbankan terkait jangka waktunya sebab pemerintah hanya mengizinkan mulai Maret 2020 hingga Maret 2021.
“Jadi dari Maret sekarang sampai Maret 2021 itu restrukturisasi yang dianggap dibolehkan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Aviliani mengimbau pelaku usaha aktif dalam melaporkan kondisi usahanya kepada perbankan sebagai bentuk pencegahan terjadinya moral hazard dari relaksasi yang diberikan oleh pemerintah.
Ia melanjutkan, jika pelaku usaha ternyata tidak mendapat fasilitas restrukturisasi maka mereka bisa mengajukan penyehatan kembali dengan syarat yang telah ditetapkan pemerintah.
“Selama ini peraturan bank itu enggak boleh kalau orang sudah restrukturisasi maka dia enggak akan diberi pinjaman. Kali ini pemerintah beda, enggak hanya fokus sektor bank atau keuangan tapi juga pada masa recovery,” katanya.[ida]
- Bank SumselBabel Sudah Salurkan Pembiayaan KUR Senilai Rp1,2 Triliun di Sektor Pertanian dan Perkebunan
- PLN Gelar Kompetisi 'Light Your Green Action' untuk Mencari Solusi Perubahan Iklim
- FiberStar Jalin Kerjasama dengan Starlink untuk Perluas Akses Internet Satelit di Indonesia