Datangi Kantor Pemkot Lubuklinggau, Warga Minta Ganti Rugi Lahan di Lingkar Barat 

Sejumlah warga menggelar aksi demo di depan kantor Pemkot Lubuklinggau.(foto Istimewa)
Sejumlah warga menggelar aksi demo di depan kantor Pemkot Lubuklinggau.(foto Istimewa)

Sejumlah warga menggelar aksi demo di kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Lubuklinggau, Sumatera Selatan pada Rabu, 21 Februari 2023.


Dalam demo itu ada empat poin tuntutan yang disampaikan mereka. Tuntutan pertama yaitu meminta agar lahan mereka, tanam tumbuh ribuan karet yang digusur supaya diganti rugi segera di daerah Lingkar Barat, Kelurahan Lubuk Tanjung. Kedua adalah terkait dengan lahan Cikencreng yang sudah habis masa HGU-nya agar dikembalikan kepada rakyat.

Lalu yang ketiga, meminta agar aset Pemda yang sudah di lelang dibayar ke masyarakat dan dikembalikan kepada pemiliknya. Dan yang keempat, harapan mereka meminta agar dilakukan proses secara hukum bila ada dugaan korupsi.

"Kalau ini tidak direalisasikan oleh Pemkot, bukan tidak mungkin gedung ini kami segel. Ini milik rakyat, uang rakyat bayarnya ini," tegas Kuasa Hukum warga yakni Sambas.

Pihaknya mengaku menunggu tanggapan dan respons Pemkot Lubuklinggau atas tuntutan yang disampaikan warga tersebut. Dalam aksi tersebut, para pendemo ditemui oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kota Lubuklinggau, Nobel Nawawi.  

"Tadi Pak Nobel mewakili Walikota bahwa baru-baru ini sudah dibayar 9 orang ganti rugi di Kelurahan Petanang. Dan dia tidak tahu," ungkap Sambas.

Sama halnya kata Sambas dengan yang dikatakan oleh Kepala Dinas BPKAD Lubuklinggau. "Kepala Dinas BPKAD selaku lalu lintas uang ini, SPU-nya dia yang teken. Dia tidak tahu juga katanya. Uang Rp 10 miliar 2018, 2022, 2019, dia ngomong tidak tahu juga," jelasnya.

Lebih lanjut, selaku Kuasa Hukum dirinya mengaku terkait persoalan ganti rugi di Lingkar Barat sudah ada 8 warga yang memberikan kuasa. "Yang di Barat itu yang sudah beri kuasa dengan kita baru 8 orang, dan 1 orang 5 hektar, punya sertifikat. Dari 8 warga itu lahan keseluruhan kurang lebih hampir 10 hektar," timpalnya.

Selaku Kuasa Hukum, Sambas mengaku persoalan tersebut sudah melaporkannya kepada Kapolda Sumsel dua kali. Dan sudah diperiksa oleh Polres Lubuklinggau dan juga sudah ditindaklanjuti. 

Sementara itu Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kota Lubuklinggau, Nobel Nawawi mengatakan pihaknya akan memfasilitasi terkait dengam keluhan yang disampaikan oleh warga. Hasil dialog akan disampaikan ke Wali Kota Lubuklinggau. 

"Saya selaku pejabat, saya tadi hanya menjelaskan kronologis status hukum yang saya tahu," ungkapnya.

Terkait Jalan Lingkar Barat, Nobel menjelaskan bahwa itu dibuka pada tahun 2013 dengan pola TMMD dan tidak pernah ada ganti rugi saat dilaksanakan.

"Bukti penyerahan hak dari warga sudah ada dan selama pelaksanaan pembukaan, jalan itu tidak pernah juga ada halangan dari warga," terangnya.

Kata Nobel, bila ada yang mengatakan menyerobot lahan, artinya pada saat jalan dibuka, itu belum clear.Namun, ternyata pada waktu jalan dibuka, hal tersebut sudah dianggap selesai.

"Pemerintah Kota bukan nantang. Kalau ada pihak yang merasa bahwa haknya tidak terpenuhi pada saat itu, ya silahkan. Ada ranah lain yang bisa memfasilitasi. Dan terkait 8 orang itu, kalau dia punya bukti silahkan," ujarnya.

Kemudian mengenai tanah PT Cikencreng, menurutnya tanah itu pada awalnya tanah HGU yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI. Dan itu untuk PT Cikencreng. Dan HGU itu berakhir tahun 2017. 

Sambungnya, permasalahan dengan Kota Lubuklinggau, itu di awal zaman Pemerintah Kabupaten Musi Rawas. Dan itu pernah mengajukan permintaan tanah kepada PT Cikencreng untuk membangun beberapa kantor.

"Diminta waktu itu 30 hektar untuk Terminal, Asrama Brimob. Nah 30 hektar itu sudah ada pelepasan haknya," kata Nobel.

Kemudian waktu Pemkot Lubuklinggau terbentuk, karena kebutuhan untuk perkantoran dan Sport Center, maka pernah mengajukan 500 hektar lebih. Dan 500 hektar itu status hukumnya baru sampai persetujuan Direksi PT Cikencreng. 

"Belum sampai ke pelepasan hak," terangnya.

Setelah Pemkot membangun, PT Cikencreng mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dan menyatakan bahwa PT Cikencreng punya bukti kepemilikannya, ada bukti pembeliannya. 

"Dia mengatakan bahwa pelepasan izin prinsip yang dikeluarkan oleh Direksi PT Cikencreng itu belum punya kekuatan hukum, karena itu menurut mereka tidak pernah ada persetujuan dari dewan komisaris dan belum ada pelepasan hak. Nah itulah yang dua ajukan ke PTUN," ujarnya.

Setelah itu ternyata Pemkot Lubuklinggau kalah. Lalu Pemkot difasilitasi oleh Pengadilan Lubuklinggau. Sebab Walikota terkait persoalan itu menurutnya selalu mencari titik temu dan solusinya.

"Waktu itu difasilitasi oleh pengadilan, sifatnya mediasi. Ternyata ketemu titik temunya. Mediasi itu menyatakan bahwa, oke kita berhak atas 500 hektar itu, tapi mereka minta yang sisanya itu menjadi hak milik PT Cikencreng," ungkapnya.

Permasalahan selanjutnya kata Nobel yakni timbul atas warga yang sudah menguasai. "Waktu itu kata Pak Wali Kota, warga yang sudah menguasai itu cari solusinya yakni relokasi. Dan lahan yang disiapkan kurang lebih 100 hektar," katanya.

Artinya kata Nobel, semua warga itu di data. Dan nanti mereka diberi konversi. Dan di tanah yang di relokasi, itu nanti sah. Dan Pemkot akan mengurus sampai dapat sertifikat. 

"Kalau sekarang kan mereka tidak punya kekuatan hukum. Dan itu sudah diputuskan oleh Pengadilan bahwa Cikencreng milik tanah itu. Nah Pemkot mencari solusi, ternyata ada, mediasi ditemukan," pungkasnya.