Dari Rokok, Mikol Hingga Narkoba, Bea Cukai Sumbagtim Musnahkan Barang Ilegal Senilai Rp 467,3 Miliar

Petugas Bea Cukai Sumbagtim saat melakukan pemusnahan barang bukti. (ist/rmolsumsel.id)
Petugas Bea Cukai Sumbagtim saat melakukan pemusnahan barang bukti. (ist/rmolsumsel.id)

Bea Cukai Sumatera Bagian Timur (Sumbagtim) memusnahkan barang hasil sitaan ilegal senilai Rp 467,3 miliar. Kerugian negara akibat peredaran barang tersebut diperkirakan mencapai Rp 140,7 miliar. Pemusnahan ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan ketat terhadap barang ilegal yang berbahaya bagi masyarakat.  


Barang-barang yang dimusnahkan diantaranya 321,1 kilogram narkoba, 41,1 ribu butir obat-obatan terlarang, 690,7 ribu ekor Benih Bening Lobster (BBL), 121,3 ribu liter minuman beralkohol ilegal dan 84,6 juta batang rokok ilegal. 

Barang sitaan tersebut merupakan hasil penindakan dari tahun 2021 hingga November 2024. Dengan pemusnahan ini, Bea Cukai Sumbagtim menyebutkan setidaknya telah menyelamatkan 1,38 juta jiwa dari potensi penyalahgunaan narkotika.  

Kepala Kantor Bea Cukai Sumbagtim, Agus Yulianto, menegaskan bahwa barang yang dimusnahkan berasal dari 202 Keputusan Barang yang Menjadi Milik Negara (BMMN) hasil 552 penindakan di wilayah Bea Cukai Sumbagtim, Palembang, dan Pangkalpinang. Sementara untuk wilayah Bea Cukai Tanjung Pandan, pemusnahan telah dilakukan sebelumnya pada 4 Desember lalu.  

“Barang-barang yang dimusnahkan ini dipastikan dirusak agar tidak dapat dikonsumsi kembali oleh masyarakat,” ujar Agus.  

Menurut Agus, filosofi utama pengenaan cukai bukan sekadar penerimaan negara, tetapi untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran barang berbahaya yang mengganggu kesehatan masyarakat. 

“Pengenaan cukai bertujuan untuk meningkatkan harga barang agar tidak mudah dijangkau masyarakat, terutama demi melindungi kesehatan,” jelas Agus.  

Agus juga menyoroti dampak ekonomi dari industri legal yang terkait dengan cukai, seperti penyerapan tenaga kerja. “Rantai produksi industri ini menyerap 6 juta jiwa tenaga kerja langsung dari petani hingga distributor, dan lebih dari 10 juta tenaga kerja tidak langsung, termasuk pedagang eceran dan jasa pendukung lainnya," ungkap Agus.   

Lebih lanjut, Agus menjelaskan pentingnya alokasi penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok untuk mendukung kesehatan masyarakat. Berdasarkan ketentuan, 40 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dialokasikan untuk kesehatan, 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, dan 10 persen untuk penegakan hukum di bidang cukai. Selain itu, pajak rokok juga mewajibkan minimal 50 persen anggaran digunakan untuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.  

Dalam kesempatan ini, Bea Cukai juga mengajak masyarakat untuk ikut berperan aktif menekan peredaran rokok ilegal yang dijual lebih murah dan mudah dijangkau. Agus mengungkapkan, prevalensi perokok meningkat dari 28,62 persen pada Desember 2023 menjadi 28,99 persen pada November 2024, yang disebabkan oleh tingginya konsumsi rokok ilegal.  

“Partisipasi masyarakat sangat penting dalam memerangi peredaran rokok ilegal dan barang berbahaya lainnya demi meningkatkan kesehatan masyarakat,” tutup Agus.