Cerita Penjual Musiman yang Mengais Rezeki di HUT RI

Penjual kapal mainan di Kota Palembang di 17 Agustus. (Alwi Alim/rmolsumsel.id)
Penjual kapal mainan di Kota Palembang di 17 Agustus. (Alwi Alim/rmolsumsel.id)

Bulan Agustus atau tepatnya Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia menjadi bulan yang penuh berkah bagi Iwan Kursi dan rekannya untuk mengais rezeki.


Meski usia sudah memasuki kepala lima, tak memudarkan semangat Iwan dalam menjajakan  kapal kardusnya di pinggir Jalan Merdeka, Palembang.

Warga Sido Ing Lautan ini sesekali terlihat melayani para pembeli yang menanyakan hasil karyanya tersebut. Walaupun, sebagian hanya bertanya tanpa membeli. Namun, Iwan tetap ramah dalam memberikan pelayanannya.

Ditemui Kantor Berita RMOLSumsel, Iwan mengatakan sehari-hari dia merupakan seorang service kursi di Kota Palembang. Namun, saat Agustus, dia mencari tambahan dengan membuat dan menjual kapal dari kardus serta telok abang.

"Sudah hampir 10 tahun, saya membuat dan berjualan kapal ini dan setiap tahun juga saya berjualan disini," katanya, Selasa (17/8).

Dia mengaku memang biasanya bahan yang digunakan yaitu gabus. Namun, dikarena sulitnya mencari bahan tersebut ditambah lagi biaya mahal sehingga dia pun membuat kapal mainan ini dari kardus untuk menghemat biaya. Apalagi, saat pandemi Covid-19.

Hanya saja memang produksi lebih rumit karena harus banyak kardus yang dipotong dan ditempel agar membentuk sebuah kapal.

Meskipun begitu, dengan menggunakan kardus maka dia pun dapat menekan angka produksi sehingga dapat dijual dengan harga murah yakni berkisar Rp20 ribu hingga 25 ribu. Sedangkan, jika menggunakan gabus, harga jual bisa mencapai Rp40 ribu hingga 45 ribu.

"Sejak pandemi ini jualan menurun dek, jadi terpaksa kami harus menekan harga jual," terangnya.

Dia mengaku sebelum pandemi, biasanya dalam sebulan bisa memproduksi sekitar 300 kapal dan dijual pada awal Agustus. Keuntungan yang didapati pun bisa mencapai Rp700 ribu per hari. Dikarenakan, barang dagangannya selalu habis terjual.

Namun, sejak pandemi produksi pun berkurang yakni 100 kapal per bulan. Keuntungan yang didapati hanya Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per harinya. Bahkan, terkadang tidak ada yang terjual.

"Saya produksi kapal mainan ini biasanya sebelum Agustus sembari melakukan service kursi," ujarnya.

Dia mengaku paling banyak memproduksi kapal serta becak karena memang ciri khas Palembang seperti kapal jukung, becak dan lain sebagainya. Untuk pembelinya pun biasanya anak-anak.

Meski dagangannya tidak laku terjual, namun dia mengaku senang berjualan kapal mainan ini karena mengingatkan susahnya para pahlawan merebut kemerdekaan Indonesia. Dia pun mengaku tidak sembarangan membuat kapal ini, karena ini melambangkan semangat kemenangan, ditambah lagi Indonesia merupakan negara maritim. Selain itu, corak merah di kapal yang dibuatnya ini melambangkan darah perjuangan.

Begitu juga telok abang, ini melambangkan darah perjuangan yang tumpah diatas makanan mereka demi meraih sebuah kemerdekaan. Dia juga mengaku untuk memberikan corak merah ke telur, dia menggunakan pewarna makanan sehingga menurutnya tidak berbahaya untuk mengkonsumsi telur tersebut.

"Kami juga menjual telok abang ini. Tapi, sengaja tidak kami pasang di kapal kecuali jika pembeli ingin membeli bersama kapalnya," tutupnya.