Bupati PALI Dibuat Tak Berdaya, Atasi Persoalan Debu dan Lalu Lintas di Jalan Servo Lintas Raya

Demo masyarakat Tanah Abang Kabupaten Pali terkait debu batubara di Jalan Servo Lintas Raya beberapa waktu lalu/ist
Demo masyarakat Tanah Abang Kabupaten Pali terkait debu batubara di Jalan Servo Lintas Raya beberapa waktu lalu/ist

Persoalan debu dan ancaman kecelakaan lalu lintas di jalan khusus batu bara milik PT Servo Lintas Raya (SLR) masih dirasakan sebagian masyarakat Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). 


Aktivitas pengangkutan batu bara di jalan milik anak usaha Titan Grup tersebut selama ini terindikasi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Sementara, Bupati PALI sebagai penguasa wilayah seolah dibuat tak berdaya menghadapi persoalan yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan itu. 

Dalam catatan pemberitaan, kejadian kecelakaan lalu lintas yang terjadi di kawasan PT SLR yang melibatkan masyarakat sudah kerap kali terjadi. 

Hal ini tidak terlepas dari banyaknya perlintasan di jalan milik perusahaan itu yang bertemu dengan jalan milik masyarakat. 

Seperti di KM 48 Jalan Servo, tepatnya di titik pertemuan jalan Tanah Abang-Sinar Dewa. Kemudian, Simpang Kampai Desa Benuang dan simpang empat Bumi Ayu-Suka Manis. 

Sempat diberitakan beberapa waktu lalu, warga mendesak Bupati untuk meninjau ulang penggunaan jalan kabupaten itu. Selain mengancam keselamatan, juga tidak memberi pemasukkan yang signifikan. 

Sering kali warga pengguna jalan harus distop pekerja penjaga jalan perusahaan tersebut dan disuruh mengalah menunggu armada pengangkut batu bara melintas. 

"Seharusnya Servo Lintas Raya sebagai pemilik jalan dapat membangun fly over agar tidak menghambat dan mengganggu aktivitas warga," kata Juni, salah seorang warga Tanah Abang saat dibincangi wartawan.

Batubara PALI Dianggap Tidak Layak Lewat Jalan Servo

Beberapa waktu lalu, melintasnya angkutan batubara di jalanan umum Kabupaten PALI juga pernah disoal. Sebab, masih banyak perusahaan angkutan yang mengangkut batubara melintasi jalan umum. 

Sayangnya, perusahaan tambang yang ada di PALI tidak sanggup memenuhi biaya atau ongkos angkut yang diperlukan untuk melintas di jalan milik PT SLR. 

Alasannya, kadar batubara yang dihasilkan tambang di wilayah PALI kadarnya jauh lebih kecil ketimbang tambang yang ada di Kabupaten Lahat dan Muara Enim. Sehingga dianggap tidak ekonomis.

"Kadar batubara yang diangkut kami lebih kecil. Jadi mungkin dianggap tidak layak lah," kata perwakilan perusahaan transportir PT Mitra Artha Sinergy (MAS), M Napoleon saat dibincangi wartawan beberapa waktu lalu.

Padahal batubara asal PALI ini diharapkan bisa menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak hanya menguntungkan bagi pemerintah tetapi juga masyarakat. 

Apalagi PT SLR dominan beroperasi di wilayah Kabupaten PALI, sehingga disayangkan apabila terkait hal ini Bupati PALI Heri Amalindo seolah tidak punya kuasa.  

Warga Hanya Peroleh Debu Batubara

Tak berselang lama usai polemik angkutan batubara di Kabupaten PALI, sejumlah warga dari tiga desa di Kecamatan Tanah Abang yakni Desa Harapan Jaya, Desa Lunas Jaya, dan Raja mendatangi kantor perusahaan.

Dalam aksinya, warga menyuarakan empat poin tuntutan. Pertama, terkait kesehatan masyarakat dan anak sekolah yang terimbas debu dari aktivitas perusahaan. 

"Debu dari operasional perusahaan ini telah menyerang hingga ke pemukiman dan sekolah. Sehingga, kami minta perusahaan untuk bertanggung jawab," ujar Kordinator Lapangan (Korlap) Ando Abdumayu SKom, Senin (11/9). 

Tuntuntan kedua, perusahaan harus memperhatikan dampak pencemaran lingkungan, karena adanya sejumlah stockpile yang ketika hujan aliran airnya langsung ke sungai. 

Hal ini berdampak pada pendangkalan sungai dan membuat air sungai menjadi keruh, yang selama ini menjadi sumber air warga.

Ketiga, warga juga meminta keterbukaan dalam penyaluran dana CSR yang selama ini tidak jelas, termasuk juga perusahaan yang dinilai tidak memprioritaskan putra daerah PALI yang berada di ring satu untuk bekerja.