Bawaslu Ingin Rekomendasi Penanganan Pelanggaran Pemilu juga Berlaku bagi TNI-Polri

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja/net
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja/net

Implementasi amanat UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu terkait pengawasan netralitas apartur sipil negara (ASN), anggota TNI dan Polri, bakal dituangkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lewat beleid atau peraturan yang kini tengah disusun


Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menerangkan, dalam Pasal 93 huruf f UU Pemilu mengatur soal tugas Bawaslu yang mesti mengawasi netralitas ASN, anggota TNI dan Polri dalam pelaksanaan pemilu.

"Bentuknya seperti apa? Itu yang kita atur sekarang," ujar Bagja usai mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis kemarin (1/9).

Dalam Praturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengatur soal pengawasan, belum diatur secara rinci mengenai penyelesaian dugaan pelanggaran netralitas ASN, TNI, dan Polri.

"Itu sudah berlaku (berdasarkan Pasal 93 huruf f UU Pemilu), tapi dalam peraturannya (di Bawaslu) belum ada. Jalannya belum dibuat tapi sudah dilakukan. Jadi kita buat jalannya," tuturnya.

Pada pemilu sebelumnya, dijelaskan Bagja, Bawaslu RI memiliki mekanisme rekomendasi kepada institusi terkait untuk menindaklanjuti hasil penanganan dugaan pelanggaran oleh ASN, TNI, dan Polri.

Hanya saja, menurutnya, output di lembaga terkait yang menangani ASN, TNI, dan Polri tidak cukup efektif, karena ada ketidakjelasan wewenang di dalam proses penangan dugaan pelanggaran netralitas aparatur pemerintahan.

"Kami bisa rekomendasi kepada, misalnya, Irwasum Polri, Kadiv Propam, 'ini loh teman-temannya diduga melanggar etik'," ucap Bagja.

"Tetapi kemudian  harus diperjelas kewenangannya," sambungnya.

Sebagai contoh, Bagja menyebutkan kerawanan dugaan pelanggaran netralitas oleh Polri yang dalam segi teknis itu saat ikut mengawal jalannya pemilu.

"Teman-teman takut enggak kalau orang enggak netral pegang senjata, punya kewenangan penyidikan, dia tidak netral. Kebayang enggak? Kalau saya kebayang," cetusnya.

"(Misal) untuk membawa kotak suara dari satu tempat ke tempat lain, kemudian dia (mengajak) 'ayo pilih ini'. Enggak boleh dong. Masa kemudian polisi ikut (mengajak memilih), dia kan menjaga keamanan," tandas Bagja.

Berdasarkan Pasal 280 ayat (3) UU Pemilu, setiap orang yang dilarang ikut serta sebagai pelaksanaan tim kampanye pemilu beberapa di antaranya adalah ASN, TNI, dan Polri.

Jika terbukti melanggar, hukumannya diatur dalam Pasal 494 UU Pemilu dengan acaman pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.