Di tengah maraknya krisis pernikahan di China, sejumlah pemerintah daerah di beberapa provinsi telah mengambil langkah menawarkan hadiah uang tunai dan insentif kepada para 'mak comblang' atau perantara pernikahan yang berhasil menikahkan pasangan.
- Berkaca dari Dugaan Skandal ACT, PFI Bentuk Majelis Kode Etik Filantropi
- Rekrutmen Bersama BUMN, Simak Tahapan Pendaftaran hingga Pengumuman
- Penyaluran Tidak Tepat Sasaran, Lurah hingga Kades Disarankan Dihapus
Baca Juga
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat pernikahan di negara itu, terutama di kalangan laki-laki bujangan yang kesulitan menemukan pasangan hidup, seiring dengan menurunnya angka kelahiran.
Provinsi-provinsi seperti Shaanxi dan Guangdong telah mengumumkan insentif berupa uang tunai sebesar 600 hingga 1.000 Yuan (Rp1,3 juta-Rp2,2 juta) bagi mereka yang berhasil menjodohkan laki-laki berusia antara 30 dan 45 tahun dengan perempuan muda yang belum menikah.
Data sensus Tiongkok 2020 menunjukkan ketidakseimbangan gender dengan 722 juta laki-laki dan 690 juta perempuan di negara itu. Rasio gender yang tidak seimbang menjadi tantangan serius bagi stabilitas sosial dan pembangunan ekonomi, terutama pada kelompok yang lahir pada periode 1979-2015.
Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat bahwa pada 2021, rasio gender di daerah pedesaan mencapai sekitar 108 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Lebih dari 30 juta pria di China terpaksa menjalani kehidupan lajang, yang dianggap sulit dihindari.
Beberapa daerah pedesaan, seperti desa Xiang Jia Zhuang di provinsi Shaanxi, menghadapi kasus serius ketidakseimbangan gender, di mana lebih dari 40 pria berusia 25 hingga 40 tahun belum menikah.
Adanya preferensi terhadap anak laki-laki dan kebijakan satu anak yang diterapkan di Tiongkok pada awal 1980-an dianggap sebagai faktor utama ketidakseimbangan gender. Tingginya tingkat pengangguran di kalangan kaum muda dan biaya hidup yang tinggi juga berkontribusi pada peningkatan jumlah pria lajang.
Tingkat pengangguran kaum muda di Tiongkok mencapai 14,9 persen pada Desember 2023, menurut data Biro Statistik Nasional Tiongkok. Selain itu, tingginya biaya hidup memengaruhi sikap generasi muda terhadap kehidupan, semakin memperumit masalah penurunan angka kelahiran di Tiongkok. Populasi China terus mengalami penurunan selama dua tahun berturut-turut, mencapai 1.409 juta pada tahun 2023.
- Guncang Dunia dengan Dynamite, Ini Cerita BTS
- Beri Dukungan Pesepakbola Cilik, Anggota DPRD Ini Kunjungi Pusat Latihan SSB SAS
- Crivisaya Ganjar Gelar Diskusi Peringati Bulan Bung Karno