Banjir besar yang melanda Kota Palembang, Sabtu (25/12), merupakan dampak dari masifnya pembangunan di kawasan rawa. Hal ini menyebabkan Kota Palembang tidak memiliki kawasan penampungan air hingga akhirnya meluap ke kawasan pemukiman maupun jalanan.
- Banjir Rendam Jalintim Muba, DPRD Sumsel Desak Pemerintah Cari Solusi Atasi Kemacetan
- Akibat Banjir, Harga Gas Elpiji 3 Kilogram di Muratara Melonjak Jadi Rp50 Ribu
- Dua Kecamatan di OKI Dilanda Banjir, Ratusan Hektare Sawah Terancam Puso
Baca Juga
Ahli Sumberdaya Air Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) dan Koordinator Peneliti Pada Pusat Data Rawa dan Pesisir Sumsel, DR. Momon Sodik Imanudin mengatakan, bencana banjir besar Kota Palembang akan kembali terulang. Terutama ketika curah hujan tinggi diatas 100 mm selama 2 jam.
“Banjir seperti kemaren itu pasti akan kembali terulang ketika hujan dengan intensitas tertentu,” kata Momon saat dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel.id, Minggu (26/12).
Momon mengatakan, keberadaan rawa di Kota Palembang saat ini sudah semakin berkurang. Hanya tersisa di daerah pinggiran kota saja. Sisanya sudah berganti dengan kawasan pemukiman maupun perkantoran. Tak hanya itu, sistem drainase di Kota Palembang juga belum bekerja optimal.
“Ada kemungkinan hambatan aliran dari level mikro menuju makro. Jaringan sekunder kemungkinan ada yang tersumbat. Kondisi ini menyebabkan surutnya air jadi lambat,” bebernya.
Kondisi saat ini juga drainase utama yaitu Musi mengalami kenaikan air pasang. Meskipun tidak terjadi luapan di tanggul, tetapi kenaikan muka air di Musi menghambat laju penurunan di sistem drainase makro kota Palembang.
“Kinerja drainase juga harus didukung peran warga menjaga kebersihan. Seringkali membuang sampah, membuang cucian lumpur mobil, membuang limbah cair dan lain-lain langsung ke selokan yang akhirnya terjadi pedangkalan,” terangnya.
Untuk itu, Dosen Fakultas Pertanian Unsri itu menyarankan agar pemerintah mengembangkan vertikal drain terhadap kawasan rawan banjir. Membuat sumur resapan di setiap rumah penduduk dan perkantoran. Hal ini berfungsi untuk menyimpan air.
“Andaikan 1 sumur bisa simpan 3 kubik air maka untuk 1 juta rumah tahap awal bisa membantu panen hujan sampai 3juta kubik air. Bisa dibuat aturannya mulai dari sekarang,” ucapnya.
Selain itu, sambung Momon, pemerintah perlu melakukan pengendalian penimbunan rawa dengan memperketat perizinan. “Bagi developer skala besar harus menyediakan kolam retensi dan sumur di setiap rumah menjadi syarat wajib dikeluarkan izin bangunan dan ruko-ruko dan perhotelan harus menyediakan sumur resapan,” ucapnya.
Pusat data rawa Sumsel juga mempunyai gagasan untuk memfasilitasi gerakan wakaf rawa. “Tujuannya untuk membuat rawa menjadi kolam retensi gerakan ini membuka masyarakat untuk membeli 1 saham rawa 1 meter perseginya 2juta . Mudah mudahan ini amal jariyah warga kota Palembang,” tandasnya.
- Wali Kota Ratu Dewa Sambut Baik Tawaran Investasi China untuk Smart City dan Penanggulangan Banjir Palembang
- Saluran Air Tertutup Ruko Diduga Jadi Penyebab Banjir di Jalan SMB Palembang
- Hujan Deras Picu Banjir di Palembang, Warga Sukodadi Kesal Janji Pemkot yang Tak Kunjung Terpenuhi