Angka Inflasi Provinsi Sumsel Nomor Lima Tertinggi di Indonesia, Aktivis Anti Korupsi: Evaluasi Programnya atau Evaluasi Orangnya!

Sejumlah bahan kebutuhan pokok yang dijual di pasar. (ist/rmolsumsel.id)
Sejumlah bahan kebutuhan pokok yang dijual di pasar. (ist/rmolsumsel.id)

Upaya penurunan inflasi yang dilakukan Pemprov Sumsel melalui berbagai program dinilai belum cukup ampuh. Sebab, Sumsel saat ini masuk lima besar provinsi dengan angka inflasi tertinggi di Indonesia. 


Pengamat Ekonomi dari Universitas Sriwijaya, Subardin mengatakan, ada tiga aspek yang mempengaruhi inflasi suatu wilayah. Diantaranya, demand pull inflation atau tekanan dari sisi permintaan, cost push inflation atau tekanan dari penawaran serta perilaku konsumen. 

Tekanan dari sisi permintaan biasanya terjadi lantaran adanya lonjakan permintaan dalam jumlah besar. Sehingga memicu kenaikan harga. "Karena permintaannya tinggi, maka harga barang jadi naik. Biasanya hal ini terjadi saat perayaan hari besar keagamaan," kata Subardin, Senin (1/1/2024). 

Tekanan dari sisi penawaran yakni minimnya suplai barang akibat terkendala distribusi ataupun minimnya produksi. "Ada kendala produksi akibat cuaca sehingga menyebabkan gagal panen. Kemudian, terhambatnya distribusi barang menuju tempat tujuan. Kemudian, kenaikan biaya produksi seperti melonjaknya harga BBM yang turut menaikkan ongkos produksi. Sehingga, produsen menaikkan harga barang," bebernya. 

Sementara dari sisi perilaku konsumen yang mempengaruhi inflasi yakni perubahan selera masyarakat. Berapapun harga barang tersebut akan dibeli meskipun mahal. Seperti saat tahun ajaran baru untuk membeli seragam ataupun baju baru saat hari raya. "Hal-hal ini juga turut mempengaruhi inflasi di waktu-waktu tertentu. Padahal kan, kebutuhan barang itu tidak terlalu mendesak," ucapnya. 

Menurut Subardin, inflasi atau kenaikan harga yang berlangsung secara terus menerus tidak bisa terelakkan dalam perekonomian. "Asalkan penerapannya tepat, inflasi ini bisa ditekan. Tergantung dari penyebabnya. Yang paling utama yakni memastikan rantai pasok barang kebutuhan masyarakat tidak terputus," terangnya. 

Sebab, sambung Subardin, inflasi juga bisa disebabkan oleh ulah spekulan yang menahan barang dalam jumlah besar. Ketika harga naik, mereka baru melepas barang tersebut ke pasar. Nah, hal inilah yang juga perlu diperhatikan pemerintah. "Pengawasan diperlukan agar tidak ada spekulan yang bermain," ucapnya. 

Inflasi Secara Signifikan Pengaruhi Tingkat Kemiskinan

Pengendalian inflasi dengan cara yang tepat dapat mempengaruhi angka kemiskinan. Di sisi lain, apabila tidak tepat ditangani maka bisa memperparah kondisi kemiskinan. Sebab, rata-rata pendapatan masyarakat miskin relatif tetap. Sementara, pengeluaran mereka bertambah. 

"Pendapatan riil mereka turun dan kondisi tersebut memperparah keuangan mereka," kata Subardin.

Pemerintah biasanya mengeluarkan kebijakan dengan memberikan program bantuan sosial. Tetapi, bantuan tersebut sifatnya hanya sementara. Langkah paling tepat yakni bagaimana meningkatkan pendapatan masyarakat seiring terjadinya inflasi. 

Jika melihat dari siklusnya, Subardin menyebut inflasi ini kerap terjadi di akhir tahun dan awal tahun. Inflasi yang terjadi di akhir tahun biasanya terjadi karena hari besar seperti malam pergantian tahun. Selain itu, perubahan cuaca dari kemarau ke hujan yang biasa terjadi di akhir tahun juga turut mempengaruhi. Pasokan bahan makanan dari daerah penghasil tersendat lantaran gagal panen dan distribusi yang kurang lancar. 

Sementara inflasi di awal tahun biasanya terjadi lantaran lesunya perekonomian akibat kegiatan pemerintah maupun swasta yang belum berjalan. Tahun 2024, inflasi bakal semakin panjang karena Ramadan yang masuk pada bulan April. "Percepatan realisasi anggaran tentu dibutuhkan agar perekonomian bisa berjalan dan pendapatan masyarakat meningkat. Sehingga, kenaikan harga barang tidak terlalu terasa," ungkapnya. 

Program pemerintah yang menggalakkan agropolitan dengan menanam cabai di pekarangan rumah maupun memelihara ternak saat ini dinilai belum tepat sasaran. 

"Sasarannya itu masyarakat perkotaan. Khususnya kota besar yang mempengaruhi tingkat inflasi. Seperti Kota Palembang dan Lubuklinggau. Kegiatan ini harus lebih digalakkan lagi. Sehingga, masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya dari rumah. Tidak perlu membeli di pasar," saran dia. 

Daerah dengan Inflasi Tinggi Jadi Atensi Mendagri

Tingginya angka inflasi Sumsel ini terungkap dalam rapat kordinasi pengendalian inflasi daerah yang dipimpin oleh Mendagri Tito Kranavian, pada Desember 2023 lalu. Hal ini lantas diteruskan dalam evaluasi akhir tahun di setiap daerah, termasuk Sumsel.

Berdasarkan kondisinya, secara berturut-turut dari yang tertinggi ada provinsi Lampung dengan 4,10 persen, Maluku Utara 3,90 persen, Bangka Belitung 3,87 persen dan Jambi 3,75 persen lalu disusul Sumsel dengan 3,52 persen.

Pj Gubernur Sumsel, Agus Fatoni saat kegiatan Refleksi Akhir Tahun 2023 di Griya Agung. (ist/rmolsumsel.id)

Pj Gubernur Sumsel, Agus Fatoni mengatakan Pemprov Sumsel telah melakukan berbagai upaya pengendalian harga bahan pokok dalam mencegah inflasi. Seperti Gerakan Pangan Murah (GPM) yang telah dilaksanakan sebanyak 21 kali sepanjang 2023. Lalu ada pula Operasi Pasar Murah (OPM) sebanyak 18  kali selama Bulan November-Desember 2023. 

Khusus menjelang Natal dan Tahun Baru, Operasi Pasar dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa dan Kamis. "Kami juga telah memberikan subsidi ongkos angkut dan memberikan subsidi harga serta pemberian cabe merah, bawang merah dan bawang putih gratis kepada masyarakat," kata Agus usai acara Refleksi Akhir Tahun 2023, Minggu (31/12).

Kerja sama dengan daerah penghasil komoditi untuk keamanan pasokan juga telah dilakukan. Diantaranya dengan Provinsi Jawa Timur (Nganjuk), Nusa Tenggara Barat (Bima, Lombok), Bali (Kab. Bangli) untuk komoditi bawang merah. Lalu dengan Provinsi Bengkulu (Rejang Lebong, Curup) untuk komoditi cabai merah. 

Ketersediaan pasokan juga dilakukan lewat Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP). Masyarakat diajak menanam kebutuhan dapur di pekarangan rumah melalui berbagai bantuan bibit.

"Kedepannya, kami mendorong pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota untuk mempercepat realisasi anggaran di awal tahun. Kemudian refocussing anggaran pada OPD Dinas Ketahanan Pangan Kegiatan Pasar Murah untuk mendukung pengendalian inflasi," jelasnya. 

Aktivis Minta Pj Gubernur Agus Fatoni Dievaluasi

Meski sudah melakukan sejumlah upaya untuk menekan inflasi, apa yang dilakukan Pemprov Sumsel saat ini dirasa belum cukup oleh sejumlah aktivis. Tingginya angka inflasi di awal tahun ini, dianggap sebagai kegagalan Pemprov Sumsel, secara khusus Pj Gubernur Agus Fatoni dalam menyusun program pengendalian harga.

Padahal, anggaran yang digelontorkan dalam pengendalian inflasi tidaklah sedikit. Sebab di sepanjang 2023, dukungan APBD dalam rangka Pengendalian Inflasi di Sumsel mencapai Rp122.962.092.642. Anggaran dialokasikan untuk memastikan keterjangkauan harga sebesar Rp9.620.411.972. Lalu, kelancaran distribusi sebesar Rp7.378.896.600, ketersediaan pasokan bahan makanan sebesar Rp105.953.085.900 dan Komunikasi Efektif sebesar Rp9.699.170. 

"Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pejabat daerah di Sumsel. Sebab, dari tahun ke tahun, timnya sudah ada lewat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Sehingga, kinerja pemerintah daerah ini patut dipertanyakan," kata Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI), Feri Kurniawan, Senin (1/1/2024).

Tidak sampai disitu, Pj Gubernur Agus Fatoni menurutnya punya pengalaman dalam jabatannya untuk mengendalikan inflasi karena menjabat sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Seharusnya, kata Feri, Agus bisa fokus untuk membenahi sistem buruk yang ada di jajaran Pemprov Sumsel. 

"Bukan malah melanjutkan atau terkesan membiarkan praktik yang tidak produktif. Mendagri harus turun tangan untuk melakukan evaluasi," tuturnya. 

Menurut Feri, persoalan inflasi tidak bisa dianggap sepele lantaran berkaitan masyarakat Sumsel. Sehingga butuh pembenahan sistem dan program pengendalian inflasi secara menyeluruh. Dia juga menyinggung berbagai program pengendalian inflasi yang telah dicanangkan Pemprov Sumsel. 

"Bisa dikatakan program yang diusung Pemprov Sumsel ini gagal karena tidak bisa mengendalikan laju inflasi. Artinya harus evaluasi programnya atau evaluasi orangnya. Jangan sampai Sumsel dengan sumber daya alam dan kekayaan alam melimpah justru merugi," kata Feri.