Ancaman Lemparan Batu Sopir Truk Batubara di Muara Enim, Berjuang Melintas Demi Nafkahi Keluarga 

Sopir truk batubara dilempari batu oleh orang tak dikenal/ist
Sopir truk batubara dilempari batu oleh orang tak dikenal/ist

Para sopir truk pengangkut batubara yang melintas di Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim kini dihantui ancaman dari tindakan anarkis orang tak dikenal (OTK). Dalam sebulan terakhir para sopir selalu mendapatkan lemparan batu, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan ketidaknyamanan bagi para sopir yang melintas di Kecamatan Lawang Kidul.


Salah satu sopir truk batubara, Harun mengatakan dirinya tidak punya pilihan untuk mencari nafkah dan menghidupi istri serta empat anaknya meski harus menghadapi lemparan batu dari OTK. Kejadian ini menurut Harun baru pertama kali terjadi selama dirinya melakoni menjadi sopir truk batubara dalam dua tahun terkahir.

"Saya mengalami pelemparan pada Senin, 10 Juli 2023. Kaca depan truk saya pecah terkena lemparan batu, tetapi saya selamat," ungkap Harun. 

Lebih lanjut dia menceritakan, kejadian tersebut terjadi dengan cepat dan karena kondisi malam, Harun tidak dapat melihat wajah pelaku dengan jelas. Lokasi pelemparan batu ini bisa dikatakan sebagai titik buta bagi sopir. Wilayah tersebut tidak memiliki penerangan jalan yang memadai dan sangat gelap. 

Setelah menjadi korban, Harun mengambil foto kerusakan pada mobilnya dan mengirimkannya ke grup WhatsApp pengelola angkutan serta sesama sopir." Pengelola segera merespons dan datang langsung ke lokasi, demikian juga dengan rekan sopir yang sedang melintas," katanya.

Minimnya penerangan di sepanjang jalan ini menjadi keluhan para sopir dan masyarakat umum. Tindakan kejahatan bisa dengan mudah terjadi dalam kondisi tersebut.

Ketidakpastian respons dari pihak berwajib setelah laporan dilaporkan telah menimbulkan ketakutan dan kegelisahan bagi para sopir. Mereka tidak dapat bekerja dengan tenang, dan insiden pelemparan batu ini mengganggu mental mereka. Akibatnya, target perjalanan sering tidak tercapai, mengakibatkan penurunan pendapatan mereka.

"Dengan kejadian ini, bukan hanya keselamatan para sopir yang terancam. Tapi penghasilan kami untuk mencari nafkah juga terdampak, karena ritase kami mengalami penurunan. Kami hanya dapat capek saja ditambah lagi jiwa kami terancam dengan aksi pelemparan ini," jelas Harun.

Sementara itu sopir truk lainnya, Nurdiansyah mengatakan kerawanan saat melintasi jalan di Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim sama halnya bak melintasi Jalur Gaza. Pasalnya lemparan batu yang dialami, membuat keselamatan sopir batubara terancam. 

"Bagi kami, ini seperti melintas di jalur Gaza. Meskipun hanya batu yang dilempar, bukan bom, tetapi ini mengancam nyawa dan keselamatan kami serta pengendara lainnya. Bayangkan kalau terjadi kecelakaan dengan tonase materil batubara yang kami angkut tentu ini sangat membahayakan," tukasnya.

Sementara itu, Pemerhati Sosial dari Yayasan Green Invite Sembilan, Sigit Rahardjo menilai kondisi ini sudah sangat memprihatinkan. Dia berharap aparat penegak hukum harus bertindak. "Sopir hanya bekerja, terlepas dari apa pun pemicunya, mereka adalah pekerja yang dilindungi. Semoga pelaku dapat ditangkap sehingga semua dapat berjalan dengan aman," katanya.

Dia mengatakan para sopir akan mendapak kerugian yang paling besar akibat tidak kondusifnya situasi di jalur Kecaamatan Lawang Kidul yang kini rawan dengan aksi tindakan anarkis pelemparan batu terhadap sopir. Kerugian itu dipastikan memicu pengurangan jam operasional transportir batubara yang dapat berdampak luas. 

Salah satunya, kemungkinan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang pada akhirnya merugikan warga Muara Enim sendiri, karena sebagian besar pekerja lokal adalah penduduk Muara Enim dan sekitarnya. 

"Ya, kalau tidak kondusif bisa saja banyak yang kena PHK. Bahkan akibatnya bisa meluas dengan penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan perlambatan perputaran ekonomi di kalangan masyarakat kecil juga menjadi dampak yang nyata, disertai dengan peningkatan tingkat kriminalitas," jelasnya.

Sigit juga menyarankan solusi lain yang harus segera diwujudkan, yaitu pembuatan jalan khusus untuk truk batubara. Dia meminta agar seluruh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dapat bekerja sama untuk mewujudkannya.

"Pemerintah sebagai pembina pengusaha batubara juga diharapkan mendorong semua perusahaan untuk bekerja sama dalam pembuatan jalan khusus tersebut. Dengan demikian, konflik atau gesekan dengan masyarakat dapat diminimalisir," pungkasnya.