Aktivis Desak Kejati Sumsel Selesaikan Perkara Korupsi Sebelum Pilkada

Gedung Kejati Sumsel/ist
Gedung Kejati Sumsel/ist

Penanganan kasus korupsi di wilayah Sumsel yang ditangani Kejati Sumsel nyaris tanpa kemajuan. Padahal ada banyak kasus korupsi yang sedang ditangani institusi penegak hukum itu.


Kasus korupsi tersebut di antaranya terkait korupsi proyek LRT Sumsel yang diduga merugikan hingga triliunan rupiah. Selain itu, perkara tidak dipenuhinya kewajiban terkait aktivitas penambangan jenis batu bara juga belum mengarah penetapan tersangka.

Termasuk dugaan mafia tanah dalam perkara dugaan korupsi Program Penataan Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL) di BPN Palembang yang saat ini disidik Kejari Palembang.

Kondisi ini mendapat sorotan tajam dari aktivis anti korupsi di Sumsel. Salah satunya Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) yang menilai proses penyelesaian kasus korupsi kelas kakap di Sumsel semakin menumpuk karena kinerja penegak hukum yang belum juga menghadirkan kepastian hukum.

"Kasus korupsi tersebut sudah lama naik penyidikan, sempat diungkapkan Kajati sendiri di berbagai media. Bahkan jumlah kerugian negara yang mencapai triliunan diumumkan. Namun perkara itu hingga kini belum ada kemajuan sehingga terkesan mandeg alias jalan ditempat," ujar Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Feri Kurniawan, Senin (6/5).

Lebih lanjut, Feri mengatakan lambatnya penegakan hukum tersebut membuat pihak Kejati mendapatkan sorotan tajam publik di Sumsel. Terlebih lagi di musim Pilkada saat ini diyakini bakal menyandera proses penegakan hukum karena kepentingan penguasa.

"Jangan sampai proses ini jadi tersandera karena adanya pilkada. Karena sprindik kasus korupsi itu sudah lama terbit sebelum musim pilkada. Jadi jangan lagi mengulur-ngulur waktu karena penegakan hukum ini sudah menjadi sorotan publik," jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA) Rahmat Sandi, dia mengatakan tindak pidana koruspi merupakan kejahatan yang luar biasa sehingga penyidikan kasus tersebut tidak boleh terhenti karena adanya kepentingan Pilkada.

"Tindak pidana korupsi itu merupakan kejahatan yang sangat serius, makanya tidak boleh mandeg apalagi berhenti. Jangan karena memasuki musim pilkada penanganannya jadi lambat sehingga terkesan digantung," tegasnya.

Dijelaskan Rahmat di dalam KUHAP, UU Pemilu maupun UU Pilkada tidak ada ketentuan yang mengatur terkait penundaan proses hukum bagi peserta Pilkada. 

Pegiat anti korupsi tersebut berpendapat, mestinya proses hukum terhadap calon kepala daerah juga tidak perlu ditunda jika sudah jelas bukti pidananya karena dikhawatirkan barang bukti tersebut hilang.

"Disinilah profesionalitas penegak hukum diuji, karena beberapa kasus kelas kakap sudah diumumkan sebelumnya. Karena itu sejumlah perkara korupsi ini banyak mendapat sorotan publik, makanya Kejati jangan hanya bersifat seremoni yang dikedepankan," tegasnya.