Sebuah paradoks terjadi dalam penanganan Covid-19 di negeri ini. Khususnya masalah soal vaksinasi yang sedang dikebut oleh pemerintah sebagai upaya menciptakan herd immunity atau kekebalan komunal.
- Kunjungi Kantor Unesco, Pj Wali Kota Palembang Dorong Kantor Ledeng Jadi Magnet Wisata Sejarah
- Kominfo Dorong Pengembangan Metaverse Versi Indonesia
- Pemkab Muara Enim Panggil Duta Bara Utama, Disinyalir Menambang Tanpa Izin Lingkungan
Baca Juga
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule menilai kemarahan Presiden Joko Widodo karena terjadi penumpukan vaksin tidak sejalan dengan yang terjadi di lapangan.
Sebab di satu sisi, ada pemberitaan yang menyebut sebanyak 12 juta dosis vaksin yang terbuang. Berita itu bersumber dari apa yang disampaikan oleh Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga.
“Ini sesuatu yang paradoks. Jokowi marah karena ada penumpukan vaksin, tapi ada kabar 12 juta dosis vaksin terbuang sia-sia,” ujarnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu.
Sementara itu, sambung Iwan Sumule, anggaran penanganan Covid-19 sebagaimana tercatat oleh BPK RI sudah menghabiskan uang lebih dari Rp 1 kuadriliun. Angka tersebut bahkan dirasa masih kurang karena masih ada permintaan tambahan oleh pemerintah.
Sedangkan hasil dari penggunaan anggaran itu seolah nihil. Sebab nyatanya, pada 27 Juli kemarin angka kematian harian akibat Covid-19 kembali mencetak jumlah angka tertinggi.
Atas data-data tersebut, Iwan Sumule mempertanyakan kompetensi pemerintah dalam menangani wabah yang mematikan ini. “Apakah belum mau menyerah?” tanyanya mengakhiri.
Hal yang sama juga dipertanyakan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies Gde Siriana Yusuf menanggapi pernyataan Staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga yang menyebut 12 juta dosis vaksin Covid-19 terbuang sia-sia.
“12 juta dosis vaksin itu bukan uang sedikit. Jika pakai harga Sinovac, itu nilainya sekitar Rp 2,5 triliun,” kata Gde dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (29/7).
Gde meminta agar ada audit yang bisa menjelaskan di mana letak dari kesalahan stok vaksin jadi mubazir. Perlu ditelusuri apakah kesalaha ada pada pengiriman, kadaluwarsa, atau memang tidak dikirim.
“Karena banyak daerah, terutama di luar Jawa, yang mengeluh kekurangan vaksin padahal diperintah genjot vaksinasi,” sambungnya.
Bahkan tidak menutup kemungkinan ada faktor terburu-buru saat beli vaksin saat itu. Harga yang mahal digunakan alasan karena berebut dengan negara lain. Tapi penggunaannya tidak dikelola dengan baik. “Maka perlu diaudit, dan harus ada yang bertanggung jawab,” sambungnya.
Dalam sebuah wawancara di CNN Indonesia TV, Rabu (28/7), Arya Sinulingga tegas menyebut bahwa ada sekitar 12 juta dosis vaksin Covid-19 yang terbuang sia-sia.
Angka itu merupakan sisa dari sekitar 77 juta vaksin yang telah didistribusikan ke sejumlah provinsi dan kabupaten kota selama proses vaksinasi.
"Dari 77 juta itu, yang baru kepakai 63 juta. Jadi, ada sekitar sebenarnya hampir 12 juta, yang dia memang terbuang," katanya.
Tidak dijelaskan detail tentang alasan belasan juta vaksin bisa terbuang. Arya hanya menyebut bahwa vaksin itu terbuang karena tak terpakai setelah kadung dibuka dari tempat penyimpanan.
- Bertemu Jokowi, Zulhas Sebut Ada Pembicaraan Soal Amandemen Undang Undang
- Saat Ini Reputasi Negara Dinilai dari Cara Menangani Pandemi, Dimana Indonesia ?