Pemkab Muara Enim Panggil Duta Bara Utama, Disinyalir Menambang Tanpa Izin Lingkungan

Ilustrasi: Pencemaran sungai yang terjadi akibat aktivitas pertambangan. (rmolsumsel)
Ilustrasi: Pencemaran sungai yang terjadi akibat aktivitas pertambangan. (rmolsumsel)

Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Duta Bara Utama (PT DBU) yang berada di Kabupaten Muara Enim disinyalir melanggar lingkungan. 


Akibatnya, Pemkab Muara Enim memanggil pihak perusahaan untuk menjawab pertanyaan dan memberikan klarifikasi atas Persetujuan Teknis (Pertek) pengelolaan limbah pada aktivitas penambangan batu bara yang dilakukan oleh perusahaan itu. 

Seperti yang diungkapkan oleh Kabid PPKL Dinas LH Kabupaten Muara Enim, Meidina kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Pemkab Muara Enim  pada prinsipnya mendukung setiap investasi yang masuk. 

Hanya saja menurutnya, investasi dalam hal ini yang dilakukan oleh perusahaan tambang haruslah memenuhi kaidah dan aturan perundang-undangan yang berlaku. 

Dalam kasus PT DBU, Mei - sapaan akrabnya mengungkapkan jika perusahaan telah dilaporkan oleh beberapa elemen masyarakat atas tindakan pencemaran lingkungan, salah satunya mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang bersinggungan dengan Sungai Pelawaran.

Dalam pemeriksaan dan pemantauan yang dilakukan oleh pihaknya, Mei mengungkap jika PT DBU belum mengantongi Persetujuan Teknis (Pertek) mengenai pengelolaan IPAL ini. 

Sehingga pihaknya juga bersurat kepada Dirjen Gakkum LHK, Kementerian LHK untuk menyikapi masalah itu. Bagaimana ketentuan yang seharusnya dilakukan oleh pihak perusahaan?

Pertanyaan lain yang muncul kemudian, apakah perusahaan bisa membuang air limbah sebelum Pertek itu terbit? Lalu, apa yang harus perusahaan lakukan jika melaksanakan operasi tanpa Pertek?

"Kita perlu mempertimbangkan mengenai keseimbangan lingkungan hidup, kualitas air, karena air ini merupakan sumber baku PDAM," jelasnya. 

Atas dasar ini pula, Pemkab Muara Enim mengundang seluruh pihak termasuk PT DBU untuk ikut dalam rapat yang dipimpin oleh Asisten perekonomian dan pembangunan kabupaten Muara Enim, di ruang rapat Serasan Sekundang pada Kamis (19/5). 

Rapat Antara Pemkab Muara Enim dan perwakilan PT Duta Bara Utama. (ist)

Duta Bara Utama Mengaku Dalam Daftar Antrian Persetujuan Pertek

Perwakilan manajemen Duta Bara Utama, Aan didampingi Haikal dalam rapat tersebut mengatakan bahwa pihak saat ini masih menunggu Pertek dikeluarkan oleh Kementerian LHK. 

Hanya saja, diungkapkannya saat ini terdapat lebih dari 7.000 antrian sehingga Pertek yang dimaksud belum diterima oleh perusahaan.

"Kami berkomitmen unuk menyelesaikan secepatnya, terkait bukti-pelaporan nanti akan kami sampaikan ke DLH terkait dengan RKL dan RPL,” jelasnya. 

Dalam rapat tersebut, Kadin DPMPTSP Kabupaten Muara Enim, Sofyan Ari Panca mengatakan bahwa izin lingkungan sudah tidak lagi dikelola oleh Kabupaten/Kota dan diambil alih oleh Kementerian LHK. 

Sehingga, pihaknya juga tidak bisa berbicara banyak terkait permasalahan yang dialami oleh perusahaan dalam pengajuan Pertek IPAL itu di tingkat pusat. 

"Disini kita beri kesempatan tapi dengan catatan, artinya menyikapi hal ini kita harus bijak melihat apa yang sudah diusahakan, saya secara pribadi menganggap ini sedang dalam proses," ujarnya. 

Namun, rapat ini masih belum mendapatkan kesimpulan sehingga akan dijadwalkan ulang, seperti yang diungkapkan Asisten Perekobang Kabupaten Muara Enim, Riswandar. "Minggu depan kita adakan pertemuan kembali," ujarnya. 

Beroperasi Tanpa Pertek, Duta Bara Utama Bisa Dijerat Pidana

Berdasarkan PP No.22 tahun 2021, Persetujuan Teknis yang saat ini sedang menjadi polemik antara Pemkab Muara Enim dan PT DBU adalah mengenai standar perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pertek ini merupakan bagian dari dokumen AMDAL dan Dokumen RKL-RPL dan terdiri atas: a. Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah; b. Pemenuhan Baku Mutu Emisi; c. Pengelolaan Limbah B3; dan atau d. Analisis mengenai dampak lalu lintas. 

Apabila merujuk pada permasalahan yang terjadi di PT DBU, maka Pertek yang dimaksud sesuai dengan Pasal 127 tentang pengendalian pencemaran air. Dalam pasal 128 dijabarkan, pencegahan pencemaran air dilakukan dengan cara pengelolaan yang terbaik. Diantaranya dengan menyediakan sarana dan prasarana; pengurangan, daur ulang dan perolehan kembali manfaat air limbah; penetapan baku mutu; persetujuan teknis pemenuhan baku mutu; penyediaan personel yang kompeten dalam pengendalian pencemaran air; internalisasi biaya perlindungan dan pengelolaan mutu ari; dan penerapan sistem perdagangan alokasi beban pencemar air. 

Mengacu pada aturan tersebut, apabila perusahaan tetap beraktifitas tanpa Pertek yang merupakan bagian penting dalam kegiatan usaha beresiko (PP No.5 tahun 2021), maka disebutkan dalam Pasal 508, perusahaan bisa diberikan sanksi berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha dan atau pencabutan izin berusaha. 

Lebih jauh, jika merujuk kepada UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT DBU, apabila tidak memiliki Pertek yang dimaksud terkait dengan baku mutu air, maka bisa disanksi sesuai dengan pasal 98, yang berbunyi: 

"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)."

Juga diatur dalam Pasal 99, yang berbunyi: "Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)."