Kebijakan keringanan kredit bagi ojek online yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dianggap tergesa-gesa dan tidak didengarkan oleh bawahannya.
- Satgas TPPU Bentukan Mahfud MD soal Transaksi Janggal Rp349 Triliun Belum Ada Titik Terang
- Nasdem: Hak Rakyat Direnggut Jika Pemilu Sistem Tertutup
- Dorong Integritas, KPK Minta Menkes Perhatikan Kesejahteraan Tenaga Kesehatan
Baca Juga
Begitu kata Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels) Ubedilah Badrun.
Pernyataannya terkait para rider ojek online yang ternyata masih ditagih oleh perusahaan-perusahaan leasing. Mereka tetap harus membayar cicilan kendaraan kendati Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyatakan bahwa kredit kendaraan roda dua dan roda empat bakal ditangguhkan cicilannya selama setahun sehubungan wabah virus corona.
“Itu terlihat tergesa-gesa, panik dengan keadaan. Tanpa komunikasi dengan OJK dan dunia perbankan. Seharusnya seorang pemimpin dalam situasi panik mampu mengontrol dirinya untuk tidak membuat kebijakan yang bersifat reaktif," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (29/3).
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu menilai kebijakan yang tidak sesuai dengan kenyataan tersebut juga semakin memperlihatkan buruknya jiwa leadership dan manajemen administrasi pemerintahan Jokowi-Maruf.
"Harusnya begitu kebijakan sudah diluncurkan, bawahannya seperti Menkeu dan institusi keuangan lainya seperti OJK, BI, dan pimpinan perbankan segera merespon. Ternyata itu tidak terjadi,” tuturnya.
“Ini juga artinya Jokowi mulai tidak didengar," pungkas Ubedilah.[ida]
- Anies Sebut Prabowo Tak Tahan Oposisi, Nusron: Bukan Pragmatis, Demi Rekonsiliasi Nasional
- PKS Mulai Buka Penjaringan Calon Kepala Daerah
- Prabowo Temui Anak hingga Mantu Jokowi, Gerindra: Jangan Dikaitkan Dengan Manuver Politik