Tradisi Langka Dalam Penganugerahan Gelar Adat Resam Melayu

Ist/Rmolsumsel.id
Ist/Rmolsumsel.id

Pasca revolusi sosial Sumatera Timur tahun 1946, sejumlah tradisi Melayu Kerajaan, Kedatukan dan Kesultanan di wilayah Sumatera nyaris hilang, termasuk penganugerahan gelar adat resam Melayu secara tradisi istana silam.


Namun berbeda pada Istiadat Penganugerahan gelar adat resam Melayu yang diselenggarakan di Lapangan Gajah Mada, Jalan Krakatau Medan, Jumat (28/10).

Pada Istiadat Penganugerahan gelar adat resam Melayu yang dilakukan oleh Kejeruan Metar Bilad Deli, kali ini merevitalisasi adat istana masa silam yang begitu sakral sesuai khazanah istiadat leluhur.

Acara yang banyak dihadiri budayawan ini, digelar memakai tata cara lampau dan memakai bahasa Melayu tempatan yang kaya susastra kemelayuan.

“Dalam petuah atok moyang ada disebutkan bahwa: nan berturai budi pekerti ,bergagan hidup sungguh berani, bersyahadat ugama nan Islami, adat resam sanjungan negeri, bahasa santun hinggakan mati..” kata OK Zulfani Anhar, budayawan Melayu.

“Petuah tunjuk ajar ini berarti bahwa adat resam sangat penting bagi Puak Melayu dan jangan ditinggalkan. Juga bahasa santun mesti pula dipertahankan agar Melayu tetap berakar pada kekuatan adab, adat, dan budayanya”. lanjutnya.

Karenanya, istiadat penganugerahan gelar adat resam Melayu yang digelar sesuai dengan aslinya, agar tradisi bisa dikekalkan dan menjadi jadi diri etnis Melayu di daerah ini.

Dalam istiadat penganugerahan gelar adat resam Melayu ini, di awali dengan sarikata yang dibacakan untuk menjelaskan maksud dan tujuan acara dibuat, sebagai penguatan budaya dan kesenian warisan leluhur. Setelah itu dipertunjukan tari menjunjung sembah yang ditarikan lima laki laki, dengan pola tari dan gerak yang asli dan khas Melayu, serta diiringi musik tradisi dengan sinandung yang membuat hadirin seperti terhipnotis tak ingin berpaling dan hening.

Setelah tari menjunjung sembah dipergelarkan, berturut-turut diisi dengan maklumat penganugerahan gelar adat resam Melayu, dan kemudian dianugerahilah empat tokoh, yaitu Muslil Siregar, SE gelar Datuk Janardana Estungkara, Rumerahwaty Berutu, SE, MSi gelar Datuk Darmastuti Cadudasa, Amry Syahputra, SE gelar Datuk Danadyaksa Aryasatya dan  Muhammad Yamin gelar Datuk Bujangga Nitimanta.

Warisan Budaya Tak Benda

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara Zumri Sulthony mengaku baru pertama kali menyaksikan Penganugerahan Gelar Adat sesuai Resam Melayu.

“Sakral, indah, unik dan baru pertama kali saya menyaksikan ini. Kita akan mengajukan prosesi Penganugerahan Gelar Adat sesuai Resam Melayu ini menjadi Warisan Budaya Tak Benda.,”jelas Zumri Sulthony.

Ditambahkan Zumri Sulthony, warisan budaya adalah keseluruhan peninggalan kebudayaan yang memiliki nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan/atau seni. Warisan budaya dimiliki bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat dan mengalami perkembangan dari generasi ke generasi, dalam alur suatu tradisi. Dan Penganugerahan Gelar Adat Resam Melayu sudah memenuhi kriteria itu.

Dalam prosesi, ketibaan raja disambut para hulubalang dan silat Melayu. Prosesi dilanjutkan dengan Sarikata Alu Aluan yang penuh dengan Bahasa sastra Melayu, Tari Menjunjung Sembah yang hanya dilakukan untuk seorang raja Melayu hingga Jamu Turai.