Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang terletak di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) kini menghadapi ancaman serius akibat maraknya aktivitas ilegal logging dan perambahan kawasan.
- Ipong Hembing Putra Menangkan Gugatan Logo PITI
- Sidang Gugatan Moeldoko Soal KLB Demokrat Masuk Agenda Pembuktian Dokumen, Hinca : Dokumennya Tidak Nyambung!
- Proyek KCJB Bikin Susah, Indonesia Tersandera China
Baca Juga
Aktivitas ini tidak hanya merusak ekosistem yang ada, tetapi juga mengancam kelestarian salah satu hutan hujan tropis terbesar di Indonesia. Akibatnya terjadi penurunan tutupan hutan dikawasan ini lantaran masifnya aktivitas ilegal berupa pembalakan liar. Menurut laporan dari berbagai pihak, kegiatan penebangan liar dan perambahan lahan semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Kondisi ini diperparah oleh lemahnya pengawasan di lapangan dan kurangnya tindakan tegas terhadap para pelaku. Akibatnya, kawasan TNKS yang seharusnya dilindungi menjadi rentan terhadap kerusakan.Dari pantauan redaksi dilapangan, aktivitas ilegal logging di TNKS itu terjadi di wilayah Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan tepatnya di Kecamatan STL Ulu Terawas.

Tentunya untuk mencapai lokasi tersebut tidak mudah, karena harus menyusuri ke hulu Sungai Bal serta melewati medan yang berbukit. Hal inilah yang diyakini praktik ilegal logging tersebut nyaris tak tersentuh hukum lantaran lemahnya pengawasan.
"Memang butuh waktu berhari-hari untuk mencari kayu, tentunya tidak sendiri karena harus masuk hutan bahkan sampai tidur disana. Biasanya belum pulang kalau belum dapat," ujar Mamat salah satu warga lokal saat dibincangi.
Dia mengatakan, praktik ilegal logging tersebut sudah ia lakoni sejak beberapa tahun terakhir. Faktor ekonomi ditambah penghasilan yang menjanjikan menjadi pemicu Mamat melakukan praktik tersebut.

"Awalnya karena diajak teman, karena untuk mencari kayu itu tidak bisa sendiri harus berkelompok dan setiap orang punya tugas masing-masing. Mulai menebang dan mengolah menjadi papan kepingan sebelum dijual kepada pengepul atau toke," jelasnya.
Nilai ekonomis yang ditawarkan dari pembalakan liar itu cukup beragam, menurut pengakuannya harga perkubik jenis kayu racuk bisa dihargai Rp400-600 ribu. Dalam praktiknya para pembalak liar ini paling sedikit menghasilkan empat hingga lima kubik.
"Memang tidak menentu berapa kubik yang kita dapat, tapi hasilnya cukup lumayan. Tergantung jenis kayu yang didapat juga, kalau dapat yang bagus bisa lebih mahal," katanya.

Dia menceritakan, kayu yang sudah ditebang tersebut sudah digesek menjadi papan dengan ketebalan 5 centimeter. Selanjutnya tumpukan papan dan balok itu ditarik ke pinggir sungai dan dialirkan lewat Sungai Bal dan berakhir di Desa Pasenan, Kecamatan STL Ulu Terawas.
Dari informasi yang dihimpun, kayu hasil pembalakan liar itu ditampung penadah atau cukong di Rupit, Kabupaten Muratara. "Nanti disana diangkut, karena pembelinya sudah ada," pungkasnya.
Bencana Mengintai Akibat Tutupan Lahan dan Fungsi Hutan
Ilegal logging di kawasan TNKS tidak hanya berdampak pada kerusakan hutan, tetapi juga memicu bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di sekitar wilayah tersebut.
Perambahan kawasan hutan yang dilakukan untuk membuka lahan pertanian dan permukiman juga menjadikan wilayah tersebut rawan terjadinya bencana hidrometeorologi.
Tepatnya pada 14 Mei 2024 lalu, banjir merendam sejumlah desa di dua wilayah kecamatan di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, yaitu Kecamatan STL Ulu Terawas dan Kecamatan Selangit. Banjir ini disebabkan oleh meluapnya air sungai akibat hujan deras.

Pakar hidrologi dan peneliti lingkungan dan sungai di Sumsel, Prof Dr Dato' Achmad Syarifuddin mengatakan selain terjadinya perubahan iklim. Penyebab banjir bandang di Musi Rawas juga dikarenakan berubahnya alih fungsi hutan yang tak lagi menyangga ketika datangnya hujan deras.
"Kalau diteliti penyebab banjir bandang itu tentu karena akumulasi dari banyaknya lanskap yang rusak di bagian hulu. Daerah hulu ini yang biasanya menjadi penyangga sudah tidak lagi sesuai fungsinya lagi," katanya dihubungi RMOL Sumsel.
Dijelaskannya, daerah hulu yang relatif lebih tinggi di kawasan Kabupaten Musi Rawas misalnya, saat ini cenderung kehilangan fungsi resapan karena banyaknya pohon yang ditebang akibat masifnya pembalakan liar.
Disamping itu, eksploitasi di kawasan hutan menjadi lahan perkebunan dan pemukiman warga menjadikan wilayah tersebut semakin rawan dihantam bencana banjir bandang.
"Karena yang seharusnya itu hutan tapi tidak seperti hutan lagi. Jadinya tidak ada lagi penyangga di wilayah hulu," jelasnya.
Secara teknis, menurut Guru Besar Universitas Bina Darma Palembang ini, rusaknya lingkungan di daerah hulu menyebabkan perubahan kontur dan alur sungai menjadi bagian lain dari penyebab banjir bandang ini. Dengan kondisi ini daya atau benteng pertahanan resapan air di wilayah tersebut rusak.
"Kalau wilayah hulu itu sudah rusak karena hutan gundul, datanglah hujan deras dan air yang kiriman dari hulu itu loss sehingga membawa semua material ke wilayah hilir. Terjadilah banjir bandang dan naiknya luapan sungai tersebut hingga membanjiri rumah-rumah warga," jelasnya.

Dia mengatakan, bencana hidrometeorologi ini seharusnya sudah diprediksi oleh pemerintah. Karena dalam periode waktu tertentu hal itu bisa terjadi lagi. Disinlah dia mengimbau agar semua pihak untuk duduk bersama dalam mengantisipasi bencana yang sudah mengintai.
"Intinya semua harus duduk bersama untuk mengantisipasi hal ini. Semua pemangku kepentingan mulai dari Kementerian LHK khususnya Gakkum LHK dan TNKS itu sendiri harus bersinergi dengan Pemprov Sumsel, Pemkab Musi Rawas, BKSDA sampai ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS). Bila perlu libatkan juga para ahli dan pegiat lingkungan untuk mencari jalan keluar mengurusi masalah ini" jelas dia lagi.
"Karena mengatasi masalah ini tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri. Terpenting masyarakat itu harus dibangun dulu kesadaran mereka tentang fungsi keberadaan hutan agar tidak melakukan eksploitasi besar-besaran," pungkasnya.

Tindak Tegas Ilegal Logging di TNKS
Sementara itu Koordinator Advokasi Perkumpulan Sumsel Bersih, Sumarlan mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, terutama Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas ilegal logging dan perambahan hutan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Menurut Sumarlan, jika tidak ada tindakan segera dari pihak terkait, seperti TNKS, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) wilayah Sumatra, serta Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel, kawasan TNKS terancam menghadapi berbagai masalah serius dalam beberapa tahun ke depan.
"Kami sangat khawatir jika aktivitas ilegal logging dan perambahan ini tidak segera ditangani, TNKS akan mengalami kerusakan yang parah. Selain itu, habitat satwa endemik akan hilang, konflik antara masyarakat dan satwa akan meningkat, serta potensi bencana alam juga akan meningkat," ujar Sumarlan.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa puncak dari masalah ini bisa menjadi konflik tenurial yang besar. "Masyarakat yang telah merambah kawasan TNKS mungkin akan menuntut negara untuk melepaskan wilayah tersebut demi alasan penghidupan mereka. Ini bisa menjadi konflik serius jika tidak diantisipasi sejak dini," pungkasnya.
- Pembangunan Gardu Induk di Muratara Ditargetkan Rampung Januari 2026
- Gajah Liar Terluka Masuki Permukiman Warga di Pali, BKSDA Diminta Segera Bertindak
- Gugatan KLHK Dikabulkan, PN Surabaya Hukum PT SS Bayar Rp48 Miliar Akibat Pencemaran Lingkungan