Terang dalam Gelap di Pagar Alam dan Singapura

Bendungan air yang menghidupkan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Endikat. (Maya Hasan/RMOLSumsel.id)
Bendungan air yang menghidupkan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Endikat. (Maya Hasan/RMOLSumsel.id)

Di tengah kabut malam yang merayap lembut, saat seluruh Sumatera Selatan terjebak dalam gulita akibat blackout, dua tempat yang bersebelahan Kota Pagar Alam dan Desa Singapura, Kabupaten Lahat masih diselimuti cahaya. Lampu-lampu yang bersinar lembut itu bukan hanya sekadar simbol kehidupan, tetapi juga harapan yang tak pernah padam.


Perjalanan menuju Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) Endikat adalah sebuah perjalanan panjang dengan memakan waktu lebih 10 jam. Dari Palembang, mobil melintasi jalanan berliku, melewati perkampungan yang menampilkan keindahan arsitektur kayu tradisional. Di sepanjang jalan, suara alam berbisik lembut, seolah mengajak kita merasakan kedamaian yang mengalir di setiap inci tanah ini.

Ketika tiba di lokasi, pemandangan yang terpampang seakan menyuguhkan lukisan alam yang tak ternilai. Aliran air yang jernih menari di antara batu-batu besar, turbin-turbin yang berputar dengan lembut mengisyaratkan bahwa di sini, teknologi dan alam bersatu padu. Seorang jurnalis yang berkunjung merasa seolah ia tidak berada di bumi yang sama. Keindahan ini begitu menakjubkan, membangkitkan rasa syukur yang dalam.

"Aku pertama kali keliling lokasi ini, merasa seperti bukan di daerah kita," kata Nila seorang Jurnalis menggambarkan kebahagian.

Muslimah, seorang ibu berusia 60 tahun, berbagi kisahnya tentang kehidupan sebelum PLTMH hadir. 

“Dulu, pemadaman listrik adalah hal yang biasa, kadang hingga 24 jam,” katanya, mengenang masa-masa sulit. 

Namun kini, dengan PLTMH Endikat beroperasi, kehidupan mereka telah berubah. “Kini, listrik menyala tanpa henti. Kami tak lagi terjebak dalam kegelapan,”ujar Muslimah penuh semangat.

Keberadaan pembangkit ini bukan hanya tentang aliran listrik ia adalah lambang harapan dan perubahan. Ketika seluruh jaringan listrik di sekeliling mereka runtuh, warga Singapura dan Pagar Alam masih bisa menikmati cahaya hangat yang menerangi malam, berkat air yang mengalir dari hulu sungai yang dijaga dengan penuh kasih.

Dengan segala keindahan dan harapan ini, PLTMH Endikat tidak hanya memberi cahaya, tetapi juga memberi kehidupan baru bagi masyarakat. Di desa-desa sekitar, listrik yang menyala kini menjadi simbol masa depan yang cerah, di mana setiap keluarga dapat merasakan hangatnya sinar lampu di malam hari, menyatukan mereka dalam kedamaian dan kenyamanan.

Di sinilah, dalam kebersamaan dan kehangatan, terukir kisah tentang harapan dan ketahanan. Kegelapan mungkin datang, tetapi cahaya yang dihadirkan oleh PLTMH Endikat mengajarkan kita bahwa selalu ada terang di ujung jalan, jika kita berani untuk memperjuangkannya.

Perjalanan Panjang PLTMH Endikat Sebelum beroperasi

Suasana operator PLTMH Endikat, di wilayah DAS Desa Singapura Kecamatan Kota Agung. (Maya Hasan/RMOLSumsel.id)

Beroperasionalnya PLTMH Endikat, di wilayah DAS Desa Singapura Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Lahat, tersebut diawali dengan penandatanganan kontrak perjanjian jual beli listrik atau PPA dan dan kontrak pembelian excess power oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN persero) dengan pengembang pembangkit energi baru terbarukan (EBT) tersebar di Regional Sumatera dengan total kapasitas 115,6 megawatt (MW).

Penandatanganan nota kesepahaman (Mou) kala itu berlangsung di Jakarta pada Senin (30/5/2016) menjadi langkah penting bagi pemerintah untuk mencapai target transisi energi berkelanjutan hingga 25 persen pada tahun 2025.

Selain pembangkit listrik di Sumatera Selatan, sejumlah provinsi lain yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu dan Lampung serta Bangka Belitung juga termasuk dalam PPA dengan PT PLN tersebut.

PLN mengungkapkan, beban listrik di Sumatera mencapai 5.250 MW. Hingga kini energi listrik mayoritas dipasok dari pembangkit listrik gas dan batu bara yang mencapai lebih dari 60 persen.

Pasokan Listrik ke Pelanggan Lebih Optimal

Team Leader Pelayanan Administrasi ULP PLN Kota Pagar Alam, Wella Datika mengakui sejak bergantinya pasokan listrik dari pembangkit batu bara atau PLTU ke PLTMH layananan kepada pelanggan lebih optimal.

"Sekarang ini tidak ada lagi byarpet dengan beban puncak berkisar 7 Megawatt (MW), kalaupun ada pemadaman biasanya karena memang sedang ada pekerjaan pemeliharaan jaringan dan tidak serentak pada semua pelanggan," kata dia ketika dijumpai di Kantor PLN Pagar Alam, Kamis (19/10/2024)

Ia menjelaskan, saat ini PLN ULP Pagar Alam melayani sebanyak 64.173 pelanggan yang mayoritas merupakan rumah tangga.

Kalau dulu  pasokan listrik ke Pagar Alam berasal dari sistem interkoneksi listrik Sumatera dari pembangkit-pembangkit batu bara yang terdekat di Kabupaten Lahat sehingga saat beban puncak hampir terjadi penurunan pasokan.

"Hampir setiap waktu, dulu kami mendapat komplain dari pelanggan, kini sejak beralihnya pasokan listrik ke PLTMH masalah biarpet dan kekurangan daya sudah dapat teratasi," ujar dia.

Berlokasi di wilayah DAS Endikat, PLTMH milik perusahaan swasta PT Green Lahat tersebut tergabung dalam Independent Power Producer (IPP) beroperasi sejak tahun 2015 tidak jauh dari kawasan yang termasuk dalam wilayah Bukit Barisan Sumatera, tepatnya Bukit Jambul Gunung Patah, di Desa Singapura, Kota Agung, Kabupaten Lahat.

Listrik Menyala 24 Jam

Kepala Desa Singapura, Arsito mengungkapkan PT Green Lahat beroperasi sekitar 300 hingga 400 meter dari hutan lindung di kawasan tersebut.

"Area pembangkit itu tidak termasuk dalam kawasan hutan lindung Bukit Jambul Gunung Patah tapi memang jaraknya lumayan dekat," kata dia

Ia bercerita meskipun secara geografis dan administratif Desa Singapura berada di Kabupaten Lahat, tetapi berbatasan langsung dengan Desa Bandar yang masuk Kota Pagar Alam, karenanya selama ini kondisi pasokan energi listrik di daerah tersebut persis dengan pelanggan PLN di kawasan Lembah Dempo alias Pagar Alam.

Arsito menambahkan sejak mendapatkan pasokan listrik dari PLTMH Endikat, desa-desa di sekitar pembangkit tersebut tidak lagi terdampak byarpet. Listrik menyala selama 24 jam.

Selain Desa Singapura, setidaknya ada lima desa lainnya yang menerima pasokan listrik dari PT Green Lahat yaitu Desa Bangke, Desa Tebat Langsat, Desa Gunung Liwat dan Desa Kebun Jati serta Desa Tanjung Raman yang semuanya masuk wilayah Kecamatan Kota Agung.

PLTMH Endikat beroperasi di kawasan DAS dengan luas 284,32 kilometer persegi dengan panjang sungai 41 kilometer dan rata-rata curah hujan tahunan 222,17 milimeter serta debit air rata-rata 13.217 meter kubik per sekon dengan head netto sebesar 89,21 meter.

PLTMH Bergantung Dengan Debit Air

Kondisi debit air sungai yang menggerakkan mesin turbin PLTMH Endikat. (Maya Hasan/RMOLSumsel.id)

Humas PT Green Lahat, Victor Rogo menjelaskan, sebenarnya perusahaan tersebut telah mengoperasikan dua PLTMH yaitu PLTMH I dan PLTMH II di area yang berjarak ratusan meter saja di DAS Endikat.

Tetapi PLTMH Endikat I atau Lahat I telah beroperasi lebih dahulu dengan kapasitas 10 MW, dimana 70 persen atau 7 MW didistribusikan ke Kota Pagar Alam dan sisanya listrik disalurkan untuk Kabupaten Lahat.

Penyaluran dilakukan ke Gardu Hubung Lahat dengan panjang jaringan mencapai 55 kilometer terinterkoneksi dengan gardu induk Lahat.

Sedangkan PLTMH II, mulai dibangun pada tahun 2022, dengan produksi listrik mencapai 8 MW dan secara khusus 100 persen disalurkan untuk pelanggan PLN di wilayah Kabupaten Lahat.

Victor yang merupakan warga Desa Singapura mengatakan, produksi energi listrik dengan memanfaatkan air tersebut selama ini sangat tergantung dengan debit air, tetapi sejauh ini bisa dipastikan debit air sangat stabil.

Hal itu, tentunya tidak lepas dari tahapan pembangunan proyek PLTMH Endikat yang telah berlangsung sejak tahun 2010.

Dimulai dari tahap perencanaan, studi kelayakan, perancangan detail, konstruksi dan hingga sekarang tahap pemeliharaan yang terus dilakukan sesuai standar dan ketentuan berlaku.

Disisi lain, ia juga menjelaskan aspek lingkungan menjadi salah satu konsentrasi yang dilakukan perusahaan sehingga bisa dipastikan operasional PT Green Lahat tidak berdampak pada kerusakan lingkungan.

"Setiap pohon yang terpaksa ditebang, langsung kami menganti dengan menanam pohon baru, itu konsekuensi sebagai cara tetap menjaga lingkungan operasional pembangkit listrik bertenaga air," tegas dia.

Tak hanya itu, warga lokal yang bermukim di desa-desa sekitar PT Green Lahat juga direkrut untuk bekerja di perusahaan tersebut. "Termasuk saya,”tutup Viktor.