Perjuangan A Romili (66) warga Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim ini tidaklah sia-sia.
- Mobil Pintar Bukit Asam, Sahabat Anak Sekolah yang Membawa Dunia dalam Buku
- Demi Warisan untuk Anak Cucu, PTBA Tanam Pohon Bersama Masyarakat
- Konflik Lahan Robert Aritonang vs PTBA-BSP: Penggugat Serahkan Bukti Aktivitas Penambangan Terbaru
Baca Juga
Dengan serba keterbatasan, namun ia tidak gentar melawan perusahaan raksasa sekelas PT Bukit Asam (PTBA) demi mempertahankan haknya sebagai pemilik lahan yang telah diambil alih PT Bukit Asam untuk dijadikan lahan tambang batubara.
Terbukti dalam persidangan di Pengadilan Negeri Muara Enim, Majelis Hakim memutuskan lahan tersebut adalah sah dan benar miliknya.
"Saya merasa tidak memperjualbelikan tanah saya ke PTBA atau ke orang lain, ditawar saja saya langsung tolak. Anehnya, tahu-tahu tanah saya dikatakan oleh orang PTBA sudah dibeli," ujar A Romili, didampingi kuasa hukumnya Ertika Fitriani SH MM dan Kgs M Khaddafi, Rabu (30/11).
Menurut A Romili, bahwa luas tanah miliknya yang diambil alih oleh PTBA tersebut seluas 2.990,78 meter persegi yang berlokasi di ataran Tebing Ajan Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, yang ditanami kebun karet.
Lahan itu, kata orang PTBA masuk IUP PTBA, tetapi tanah tersebut adalah milik warga yang sebelumnya adalah program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Kebun karet seluas 32 hektar milik warga pada tahun 1982.
Diungkapkan Romili, sebelum lahannya diamnbil oleh PTBA, ada orang PTBA yang datang ke rumahnya bermaksud untuk membeli lahan miliknya di tahun 2019, namun keinginan tersebut langsung ia tolak sebab ia memang tidak berniat mau menjualnya.
Kemudian pada tahun 2020, orang PTBA datang kembali bersama Kades Penyandingan kerumahnya dengan tujuan yang sama ingin membeli tanahnya tetapi tetap ditolaknya.
Setelah itu, pihak PTBA datang kembali dan mengatakan ingin mengukur lahan dengan alasan untuk mengetahui batas lahan kiri dan kanan miliknya.
"Mereka (PTBA) sempat berusaha membujuk melalui anak saya dan saya menjadikannya (Menolak Secara Halus) kalau memang mau dengan menetapkan harga Rp100 ribu per meter, yang pada saat itu pasaran sekitar Rp30-Rp 40 ribu permeter. Tetapi PTBA tidak mau. Sebenarnya saya sengaja berikan penawaran tinggi karena saya tidak mau jual, tetapi karena ditawar terus saya berikan harga tinggi," urainya.
Karena harganya terlalu tinggi, akhirnya PTBA menyarankan kepadanya untuk mengisi berkas formulir pembebasan lahan dahulu agar nanti bisa diajukan dan dimusyawarahkan.
Setelah itu tidak ada kabar lagi dan tahu-tahu ia mendapatkan informasi jika tanahnya sudah dijual oleh Okta Ifriadi warga satu desa dan telah digantirugi oleh PTBA.
Mengetahui hal tersebut, iapun tidak terima dan mencoba musyawarah dan mediasi dengan pihak PTBA, sebab dirinya masih mempunyai surat-surat kepemilikan atas lahan tersebut.
Sempat dua kali melakukan mediasi dengan pihak PTBA dirumah dan di Kantor Kepala Desa Penyandingan, namun mediasi tersebut tidak ada titik temu karena pihak PTBA yakin bahwa lahan tersebut milik mereka karena telah membelinya.
Karena menemui jalan buntu, dirinya berkompromi dengan keluarga dan akhirnya menempuh ke jalur hukum. Akhirnya di Pengadilan Negeri Muara Enim Hakim memutuskan bahwa lahan tersebut adalah benar dan sah miliknya.
"Selama mediasi, hanya orang PTBA yang datang, namun orang yang menjual tanah saya tidak pernah datang," pungkasnya.
Sementara kuasa kuasa hukum Ertika Fitriani mengatakan setelah mendapat laporan tersebut dari kliennya, pihaknya langsung melayangkan surat somasi ke PTBA (Manager Pengadaan Tanah) sebanyak dua kali.
Singkat cerita, pihaknya mengajukan gugatan ke PN Muara Enim dengan perkara nomor : 13/pdt.g/2022/pn.mre tertanggal 5 April 2022 dengan dua tergugat yaitu para tergugat PTBA dan Okta Ifriadi.
"Pada akhirnya, hakim memberikan putusan berdasarkan fakta persidangan dan fakta hukum yang ada dalam persidangan perkara tersebut, dengan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan surat keterangan kepemilikan tanah atas nama Romili adalah sah dan benar milik penggugat," katanya.
Untuk perbuatan tergugat adalah perbuatan melawan hukum, menyatakan seluruh surat-surat yang dibuat tergugat atas tanah tersebut tidak sah dan batal demi hukum. Kemudian hakim juga memutuskan untuk mengembalikan tanah kepada penggugat sebagai pemilik tanah secara sukarela tanpa syarat apapun.
- Edane Tampil Memukau di Muara Enim, Terpesona oleh Pindang Baung dan Semangat Musisi Muda
- Mobil Pintar Bukit Asam, Sahabat Anak Sekolah yang Membawa Dunia dalam Buku
- Muara Enim Kucurkan Rp32,5 Miliar, Bangun Oprit Jembatan di Empat Petulai Dangku