Selain Fatality, Bima Putra Abadi Citranusa Juga Lakukan Pencemaran Lingkungan dan Pemindahan Alur Sungai? 

Aliran Sungai Penimur yang berada di Desa Gunung Raja Kecamatan Empat Petulai Dangku Kabupaten Muara Enim yang alurnya telah dipindahkan oleh perusahaan tambang PT Musi Prima Coal (MPC)
Aliran Sungai Penimur yang berada di Desa Gunung Raja Kecamatan Empat Petulai Dangku Kabupaten Muara Enim yang alurnya telah dipindahkan oleh perusahaan tambang PT Musi Prima Coal (MPC)

Berdasarkan penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, PT BPAC diketahui beroperasi di Desa Lubuk Betung, Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat. 


Perusahaan ini tergabung dalam grup besar, Bomba Grup yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) bernomor SK.503/258/KEP/Pertamben/2011. SK ini berlaku sejak 25 Juni 2011 sampai 25 Juni 2029. Perusahaan ini juga diketahui memiliki wilayah IUP seluas 286 Ha dengan komoditas utama batubara. 

Sebelum fatality ini, aktivitas PT BPAC juga pernah diprotes masyarakat atas dugaan pengrusakan lingkungan di kawasan Kecamatan Merapi Selatan. Mulai dari pencemaran lingkungan pada Aek Sehile (Sungai Serelo), sampai dugaan pemindahan alur sungai pada Aek Hasam (Sungai Hasam) yang diduga tidak dilakukan sesuai pertek. Akibatnya, warga merasakan imbas berupa banjir saat musim penghujan tiba. 

Warga yang protes sampai mendatangi DPRD Lahat sehingga langsung mendapat sorotan dan membuat Pemkab Lahat sempat turun tangan. Kepada awak media saat itu, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lahat, Mirza Azhari ST, melalui Kabid Sumber Daya Air, Fery Wisnu membenarkan terjadinya permasalahan ini. 

Namun, disebutkan bahwa kajian pemindahan alur sungai ini secara resmi belum dimiliki oleh PT BPAC. Akan tetapi, karena sungai tersebut berukuran kecil dan berada di areal IUP perusahaan tersebut pemindahan tetap dilakukan.

Belakangan, dalam perbaikan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap tanggul terkait perubahan alur sungai ini, operasional sempat disetop sehingga mengakibatkan ratusan pegawai yang merupakan warga Merapi Selatan dirumahkan. 

Pemerintah Sudah Mengatur Pemindahan Alur Sungai 

Pemerintah telah membuat aturan untuk mengatur berbagai kegiatan yang bersinggungan dengan sungai, seperti tertuang dalam PP No.38 Tahun 2011 tentang Sungai. Misalnya perizinan yang terdapat pada pasal 57 menyebutkan: (1) Setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai wajib memperoleh izin; (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai; b. pelaksanaan konstruksi yang mengubah aliran dan/atau alur sungai; c. pemanfaatan bantaran dan sempadan sungai; d. pemanfaatan bekas sungai; e. pemanfaatan air sungai selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada; f. pemanfaatan sungai sebagai penyedia tenaga air; g. pemanfaatan sungai sebagai prasarana transportasi; h. pemanfaatan sungai di kawasan hutan; i. pembuangan air limbah ke sungai; j. pengambilan komoditas tambang di sungai; dan k. pemanfaatan sungai untuk perikanan menggunakan karamba atau jaring apung. 

Secara terperinci, perizinan itu diatur dalam Pasal 58, yakni: (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf g diberikan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air ; (3) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf h diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan pemanfaatan aliran air dan pemanfataan air setelah mendapat rekomendasi teknis dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan kecuali untuk kawasan hutan yang pengelolaannya telah dilimpahkan kepada badan usaha milik negara di bidang kehutanan; (4) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf i dan huruf j diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air (5) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf k diberikan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air.

Pada pasal 59 juga disebutkan bahwa pemegang izin kegiatan pada ruang sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 memiliki sejumlah kewajiban, yakni: a. melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sungai; b. melindungi dan mengamankan prasarana sungai; c. mencegah terjadinya pencemaran air sungai; d. menanggulangi dan memulihkan fungsi sungai dari pencemaran air sungai; e. mencegah gejolak sosial yang timbul berkaitan dengan kegiatan pada ruang sungai; dan f. memberikan akses terhadap pelaksanaan pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan pemeriksaan. 

Sementara dalam Pasal 60 diatur mengenai sanksi untuk pemegang izin yakni : (1) Setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; (2) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila pelaksanaan kegiatan pada ruang sungai yang dilakukan oleh pemegang izin menimbulkan: a. kerusakan pada ruang sungai dan/atau lingkungan sekitarnya, wajib melakukan pemulihan dan/atau perbaikan atas kerusakan yang ditimbulkannya; dan/atau b. kerugian pada masyarakat, wajib mengganti biaya kerugian yang dialami masyarakat. 

Pemerintah juga telah mengeluarkan aturan berbentuk Permen PUPR No.21 Tahun 2020 tentang Pengalihan Alur Sungai, untuk pemegang izin, pribadi, ataupun perorangan yang berencana untuk melakukan pengalihan alur sungai. Dimana dalam ketentuan umum aturan tersebut disebutkan bahwa Pengalihan Alur Sungai adalah kegiatan mengalihkan alur Sungai dengan cara membangun alur Sungai baru yang mengakibatkan alur Sungai yang dialihkan tidak berfungsi secara permanen.

Dalam ketentuan teknis mengenai Pengalihan Alur Sungai seperti dijelaskan dalam pasal 4, haruslah dilakukan dengan: a. mengutamakan perlindungan dan pelestarian fungsi Sungai; b. mempertahankan dan melindungi fungsi prasarana Sungai yang telah dibangun; c. mempertahankan keberlanjutan fungsi pengaliran Sungai; d. memperhatikan kepentingan pemakai air Sungai yang sudah ada; e. memperhatikan fungsi pengaliran Sungai ditinjau dari aspek hidrologi, hidrolika, dan lingkungan; dan f. mempertimbangkan aspek morfologi Sungai secara keseluruhan.

Berikutnya, pada Pasal 5 disebutkan pula kewajiban dalam pelaksanaan Pengalihan Alur Sungai yakni: (1) Pengalihan Alur Sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan kewajiban mengganti ruas Sungai yang akan dialihkan alurnya dengan ruas Sungai baru dan (2) Ruas Sungai baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memiliki luas yang sama dengan ruas Sungai yang dialihkan.

Untuk mendapatkan persetujuan, dalam Proses Pengalihan Alur Sungai maka sesuai dengan Pasal 6 butir 2, permohonan yang dimaksud harus dilengkapi dengan : a. peta lokasi Sungai yang akan dialihkan alurnya dan usulan rencana ruas Sungai baru; b. hitungan luas alur Sungai yang akan dialihkan alurnya dan luas rencana alur Sungai baru; c. hitungan aspek hidrologi dan hidrolika terhadap fungsi pengaliran Sungai sebelum dan sesudah Pengalihan Alur Sungai melalui suatu analisis model; d. hitungan pengaruh Pengalihan Alur Sungai terhadap muka air banjir di hilir lokasi pengalihan dan pengaruh penurunan dasar Sungai di hulu lokasi pengalihan terhadap kestabilan bangunan yang ada;  e. desain konstruksi ruas Sungai baru; dan f. pernyataan kesanggupan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hanya saja, dari data yang diperoleh, perusahaan yang disinyalir melakukan pelanggaran lingkungan dengan mengubah alur sungai tanpa izin ini didominasi oleh perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Apa yang dilakukan oleh perusahaan ini juga diduga melanggar ketentuan dalam UU No.17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang mengatur sanksi terhadap hal tersebut seperti dalam Pasal 70 disebutkan :  

"Setiap orang yang dengan sengaja (a) Melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3); (b) Menyewakan atau memindahtangankan, baik sebagian maupun keseluruhan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha atau izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4); atau (c) Melakukan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat(2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)."

Dan dalam Pasal 74 yang berbunyi: Dalam hal tindak pidana Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha, pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana, dan/ atau pimpinan badan usaha yang bersangkutan. Pdana yang dimaksud yakni berupa : (a) Pidana denda terhadap badan usaha sebesar dua kali pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73; (b) pidana penjara terhadap pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana yang lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73; dan/ atau (c) Pidana penjara terhadap pimpinan badan usaha yang besarnya sama seperti yang diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73.

Meski telah dijabarkan demikian, aturan untuk setiap aktivitas usaha yang berkaitan dengan sumber daya alam di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).