Sebelum Terapkan Zero ODOL, Pemerintah Disarankan Selesaikan Masalah Kelas dan Fungsi Jalan

Truk ODOL. (ist/rmolsumsel.id)
Truk ODOL. (ist/rmolsumsel.id)

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Taufik Mulyono, menyoroti perlunya pemerintah menyelesaikan persoalan status dan fungsi jalan yang masih tumpang tindih sebelum menerapkan kebijakan Zero Over Dimension Over Load (Zero ODOL).


Menurutnya, masalah klasik ini telah lama menjadi penyebab kerusakan jalan dan kesemrawutan transportasi.  

"Jika persoalan ini tidak dibenahi, ODOL akan tetap menjadi masalah yang berulang," ujar Agus baru-baru ini.  

Agus menjelaskan, salah satu akar masalah adalah ketidaksesuaian antara fungsi dan status jalan. Jalan seharusnya dirancang sebagai jalur penghubung antarwilayah, bukan sebagai bangunan simpul yang hanya melayani batas administratif. Namun, saat ini, pembagian jalan sering didasarkan pada status administratif, seperti jalan desa, kabupaten, kota, hingga provinsi.  

Hal ini berdampak pada truk-truk besar yang harus melintasi berbagai jenis jalan dengan kelas dan fungsi yang berbeda, mulai dari kelas 1, kelas 2, hingga kelas 3. "Ketika truk melintasi jalan yang berbeda status dan fungsi, mereka tidak mungkin menurunkan muatan setiap kali berpindah jalan," tegasnya.  

Agus juga mengkritik kurangnya fasilitas terminal handling untuk mengelola kelebihan muatan. Menurutnya, ketiadaan terminal handling ini memperparah kerusakan jalan, terutama di jalan kabupaten yang sering dilalui truk besar.  

Masalah ini, menurut Agus, dipicu oleh ketidakharmonisan antara Undang-Undang Jalan dan Undang-Undang Lalu Lintas. Pasal 19 UU Lalu Lintas, yang mengatur kelas jalan, tidak selaras dengan aturan fungsi dan status jalan.  

Sekretaris Jenderal MTI, Harya S. Dillon, menambahkan bahwa keberhasilan Zero ODOL sangat bergantung pada sinergi antar-Kementerian dan Lembaga. Namun, hingga kini, belum ada keselarasan visi di antara instansi terkait, seperti Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, dan Polri.  

Harya juga mengusulkan opsi transportasi barang berbasis rel sebagai solusi jangka panjang. "Pelabuhan dan kawasan industri seharusnya terintegrasi dengan jaringan rel untuk efisiensi dan keselamatan angkutan barang bervolume tinggi," jelasnya.  

Dia menekankan pentingnya integrasi manajemen transportasi di bawah satu kementerian, seperti yang diterapkan di beberapa negara maju. "Masalah kelembagaan harus diselesaikan terlebih dahulu agar edukasi terkait Zero ODOL lebih mudah dilakukan," tutup Harya.