RSUD Siti Fatimah dalam Sorotan: Hilangnya Pendapatan dari Klaim Asuransi [Bagian Ketiga]

RSUD Siti Fatimah. (ist/rmolsumsel.id)
RSUD Siti Fatimah. (ist/rmolsumsel.id)

RSUD Siti Fatimah bekerja sama dengan perusahaan asuransi, perusahaan penjamin maupun rumah sakit lain berdasarkan perjanjian kerja sama. Pendapatan Layanan RSUD Siti Fatimah yang diterima dari klaim atas pelayanan pasien asuransi, perusahaan penjamin dan rujukan rumah sakit tahun 2021 s.d. 2023 adalah sebesar Rp202.782.438.351,40.


Klaim tagihan ke instansi penjamin pada tahun 2021 s.d. Maret 2022 dilakukan pada Bidang Keuangan, sedangkan sejak April 2022 dilakukan oleh Instalasi PPAT-RS. Hasil pemeriksaan atas database SIMRS dan pengajuan klaim pasien diketahui pengelolaan pendapatan jasa pelayanan asuransi BPJS, Asuransi selain BPJS, perusahaan penjamin, rumah sakit rujukan, dan covid tidak tertib dengan uraian sebagai berikut:

a. Sebanyak 84 data pasien tidak layak klaim ke BPJS sebesar Rp36.130.150,35

Hasil pengujian perbandingan antara data pasien pada database SIMRS dengan data pengajuan klaim dari aplikasi E-Klaim dan hasil permintaan keterangan kepada PPAT-RS diketahui terdapat sebanyak 84 data pasien BPJS tidak dapat diajukan karena tidak layak klaim sebesar Rp36.130.150,35 yang terdiri dari:

1) 15 Pasien di IGD tanpa indikasi kegawatdaruratan/tidak ada tindakan dan obat sebesar Rp7.554.093,87

2) Tiga data pasien readmisi yaitu kunjungan rawat inap berulang di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang sama dengan diagnosis utama yang sama dari episode rawat inap sebelumnya dalam waktu kurang atau sama dengan 30 hari sebesar Rp1.643.694,50;

3) Enam pasien Death On Arrival (DOA) adalah pasien datang di rumah sakit dalam keadaan meninggal dunia sebesar Rp5.760.584,69;

4) 37 data pasien kunjungan poli bayi untuk melakukan imunisasi sebesar Rp6.418.125,93;

5) 18 data pasien yang merupakan tindakan klaim melebihi jumlah kunjungan dalam ketentuan dalam Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) BPJS untuk rehabilitasi medik sebesar Rp10.573.985,36; dan

6) Lima data pasien karena terapi diagnosis tidak sesuai, obat tidak layak, pasien hanya meminta surat keterangan dokter/mengambil obat sebesar Rp4.179.666,00.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Bagian Pendaftaran pasien pada Instalasi Rekam Medik tidak mematuhi ketentuan pendaftaran pasien BPJS Kesehatan. Semua pasien tersebut seharusnya didaftarkan sebagai pasien umum karena tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai pasien BPJS

b. Sebanyak 848 berkas pasien tidak disampaikan ke Bagian Keuangan/PPAT-RS 

Hasil pemeriksaan dokumen pengajuan klaim dan data SIMRS diketahui terdapat 848 invoice pasien yang tidak diterima Bagian Keuangan/PPAT-RS sebesar Rp1.086.803.228,97 dengan rincian sebagai berikut.

1) Sebanyak 142 berkas pasien BPJS Kesehatan

Hasil pemeriksaan diketahui terdapat 173 berkas klaim yang tidak diajukan ke BPJS Kesehatan, karena bagian rekam medik tidak menyampaikan berkas pasien ke PPAT-RS. Hasil permintaan keterangan kepada Kepala Subbagian (Kasubbag) Rekam Medik dan SIMRS menyatakan tidak diketahui secara pasti penyebab berkas tersebut tidak masuk ke PPAT-RS. 

Berkas tersebut telah dilakukan pencarian pada ruang penyimpanan berkas rekam medik, tetapi sampai dengan pemeriksaan berakhir tidak semua dokumen ditemukan. Penelusuran lebih lanjut atas 173 berkas tersebut, 31 diantaranya merupakan pasien yang tidak layak klaim karena batal berobat. Dengan demikian, terdapat 142 (173 - 31) data pasien yang tidak dilakukan pengajuan klaim BPJS dengan nilai tagihan berdasarkan tarif INA CBG’s sebesar Rp40.228.500,00. Dari 142 data pasien tersebut:

a) 121 berkas pasien dengan nilai tagihan sebesar Rp35.302.000,00 telah melewati jangka waktu pengajuan klaim yaitu enam bulan setelah pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien sehingga tidak dapat diajukan kembali atas klaim tersebut (kedaluwarsa). 

b) 21 berkas pasien dengan nilai tagihan Rp4.926.500,00 merupakan pasien bulan pelayanan Juli-September 2023 yang masih dapat diajukan tagihan kepad aBPJS Kesehatan. 

2) Sebanyak 547 berkas pasien asuransi, perusahaan penjamin, dan rumah sakit rujukan

Terdapat 547 invoice pasien yang tidak diterima Bagian Keuangan/PPAT-RS sebesar Rp297.139.184,00 Penelusuran lebih lanjut atas pelayanan yang diberikan adalah berupa tes laboratorium, Thorax, Rapid Antigen, PCR tunggal, PCR rujukan, konsultasi dokter gigi, pembersihan karang gigi, dan tambal gigi.

Hasil permintaan keterangan kepada Petugas Instalasi MCU, Laboratorium, Radiologi, dan Kasir Rawat Jalan diketahui:

a) Sejak tahun 2022, petugas Instalasi MCU, Laboratorium dan Radiologi membuat register tanda terima penyerahan invoice ke Bagian Keuangan/PPAT-RS untuk setiap berkas pelayanan yang diberikan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 19 berkas tahun 2022 dan 57 berkas tahun 2023 tidak ditemukan pada register tanda terima, sedangkan sebanyak 469 berkas tahun 2021 tidak dapat ditelusuri karena tidak ada pencatatan. Hasil permintaan keterangan kepada Sekretaris MCU diketahui bahwa invoice yang tidak diserahkan ke Bagian Keuangan dan PPAT-RS karena tidak ada formulir pemeriksaan yang diterima oleh petugas instalasi atas pasien-pasien tersebut.

b) Berdasarkan data register kasir, dua invoice rawat jalan tahun 2023 telah diserahkan ke PPAT-RS, tetapi tidak ada tanda tangan penerima. Atas invoice tersebut sudah tidak dapat dilakukan klaim kembali kepada asuransi, perusahaan penjamin, dan rumah sakit rujukan.

3) Klaim pasien COVID-19

Hasil perbandingan antara data pasien COVID-19 pada database SIMRS dengan data pengajuan klaim dari aplikasi E-klaim tahun 2021 s.d. 2022 diketahui terdapat 159 berkas klaim yang tidak diajukan ke Kemenkes dikarenakan admin rekam medis tidak menyampaikan berkas pasien COVID-19 ke PPAT-RS sebesar Rp749.795.544,97 sesuai tarif RSUD Siti Fatimah. Masa pengajuan atas 159 berkas pasien COVID-19 tersebut telah kedaluwarsa yaitu:

a) Masa kedaluwarsa klaim pelayanan pasien COVID-19 untuk bulan layanan mulai Januari 2021 sampai dengan Oktober 2021 adalah sejak tanggal 1 Januari 2022

b) Masa kedaluwarsa klaim pelayanan pasien COVID-19 untuk layanan sejak bulan November 2021 adalah setelah 2 (dua) bulan sejak pelayanan kesehatan COVID-19 selesai diberikan.

Dengan demikian, dari 848 klaim sebesar Rp1.086.803.228,97 diketahui terdapat klaim atas 21 pasien sebesar Rp4.926.500,00 masih dapat ditagihkan ke BPJS kesehatan, sedangkan sisanya 827 pasien sudah tidak dapat ditagihkan kembali kepada BPJS, asuransi/perusahaan penjamin dan Kemenkes sebesar Rp1.081.876.728,97 (Rp1.086.803.228,97- Rp4.926.500,00).

c. 22 pasien pelayanan Hemodialisis (HD) tidak ditagihkan kepada BPJS 

Hasil pemeriksaan atas laporan pelayanan HD dari Instalasi HD dan SIMRS diketahui terdapat pelayanan HD tidak tercatat dalam SIMRS. Penelusuran lebih lanjut pada data klaim pengajuan BPJS Kesehatan diketahui atas 22 pasien yang mendapat pelayanan HD tersebut tidak diajukan klaimnya kepada BPJS. Pasien tersebut juga tidak melakukan pembayaran ke RS

d. Nilai invoice 16 berkas pasien dalam database SIMRS berbeda dengan data klaim yang diajukan kepada asuransi/perusahaan sebesar Rp47.323.999,68 

Hasil penelusuran atas nilai perbedaan tersebut pada rincian invoice diketahui bahwa terdapat item obat, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan layanan radiologi yang tidak tercantum dalam invoice berkas klaim yang diajukan ke asuransi/perusahaan penjamin. Data pada SIMRS menunjukan bahwa atas item-item obat tersebut diinput pada sistem setelah tanggal discharge. Hasil permintaan keterangan pada Bagian Keuangan/PPAT-RS diketahui bahwa dalam penyusunan BA Pengajuan Klaim ke asuransi/perusahaan penjamin didasarkan pada nilai tagihan invoice pasien yang diterima dari unit pelayanan. 

Hasil permintaan keterangan kepada Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Ruangan Farmasi Rawat Inap/Rawat Jalan/OK-IGD, dan Petugas Radiologi menunjukkan hal berikut.

a) BMHP berupa implan pada invoice disebabkan harga obat/BMHP dengan sistem konsinyasi belum ada pada SIMRS pada saat implan digunakan untuk pelayanan pasien. Harga akan diinput setelah faktur diterima farmasi dari distributor sehingga dalam rentang waktu ini pasien telah di-discharge oleh dokter dan invoice telah dicetak oleh kasir;

b) Petugas depo farmasi dapat menginput obat/BMHP meskipun pasien telah di-discharge selama kasir belum melakukan close billing. Pada menu depo farmasi tidak terlihat status discharge pasien, petugas hanya menginput obat pada akun pasien tanpa mengetahui status pasien tersebut apakah telah di-discharge atau di-close billing. Depo farmasi obat tidak pernah melakukan open discharge atau open billing untuk menginput obat/BMHP pasien;

c) Instalasi Radiologi tidak dapat menginput tindakan untuk pasien dengan jaminan asuransi/perusahaan penjamin. Penyebab tindakan radiologi diinput setelah tanggal discharge adalah pasien diberi tindakan terlebih dahulu kemudian petugas radiologi mengonfirmasi pada Poli/Rawat Inap/IGD. Apabila pasien telah di-discharge sebelum tindakan tersebut diinput oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), Poli/Rawat Jalan/IGD akan melakukan open discharge pasien; dan

d) Kepala instalasi SIMRS mengatakan secara modul sistem tidak dapat dilakukan input item apapun setelah pasien di-discharge. Belum diketahui penyebab adanya item obat/BMHP dan tindakan yang diinput setelah pasien di-discharge. Atas kekurangan tersebut RSUD Siti Fatimah tidak dapat mengajukan klaim kembali kepada asuransi/perusahaan penjamin karena telah melewati masa pengajuan klaim sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama (bersambung/tim)