Sisi Gelap Opini WTP Pemkot Palembang 2023: Temuan Berulang dengan Modus yang Sama [Bagian Pertama]

Kantor Wali Kota Palembang/ist
Kantor Wali Kota Palembang/ist

Seperti diberitakan sebelumnya, Pj Wali Kota Palembang Ucok Abdul Rauf Damenta menilai raihan opini WTP Pemkot tahun 2023 seharusnya menjadi bahan evaluasi, bukan menjadi euforia, atau bahkan klaim keberhasilan individu. 


Sebab, dalam gambaran umum Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemkot Palembang tahun 2023, BPK menemukan adanya kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam pemeriksaan Laporan Keuangan 

Pemerintah Kota Palembang Tahun 2023 dengan pokok-pokok temuan antara lain sebagai berikut:

1. Penganggaran dan realisasi Belanja Pegawai ASN tidak sesuai ketentuan yang mengakibatkan potensi pemenuhan mandatory spending tidak sesuai ketentuan;

2. Spesifikasi pekerjaan tidak sesuai kontrak, kekurangan volume, dan kemahalan belanja modal pada 11 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada penyedia sebesar Rp40.284.048.366,31 dan potensi kelebihan pembayaran kepada penyedia sebesar Rp6.640.660.030,77;

3. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa konstruksi belum sepenuhnya mematuhi ketentuan yang mengakibatkan tujuan pengadaan untuk memperoleh barang/jasa yang berkualitas dengan harga yang wajar melalui persaingan yang sehat antar peserta tidak tercapai;

4. Klasifikasi penganggaran Belanja Barang dan Jasa, Belanja Hibah, dan Belanja Modal pada 24 SKPD tidak tepat yang mengakibatkan Belanja Barang dan Jasa lebih saji sebesar Rp5.704.189.452,00, Belanja Hibah kurang saji sebesar Rp122.323.179.931,96, Belanja Modal lebih saji sebesar Rp116.618.990.479,96; dan

5. Penatausahaan Kas di Bendahara Pengeluaran pada tiga SKPD tidak sesuai ketentuan dan terdapat kekurangan kas yang mengakibatkan kurang saji Kas di Bendahara Pengeluaran pada tiga SKPD sebesar Rp394.106.595,67 dan lebih saji Belanja Barang Jasa sebesar Rp23.870.000,00.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Palembang, antara lain agar memerintahkan:

1. Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD untuk menyusun rencana aksi penurunan Belanja Pegawai menjadi 30% dari total belanja daerah dalam kurun waktu empat tahun;

2. Kepala SKPD terkait untuk memproses kelebihan pembayaran sebesar Rp40.284.048.366,31 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyetorkan ke Kas Daerah serta memperhitungkan pembayaran termin terakhir atas potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp6.640.660.030,77;

3. Memerintahkan para Kepala SKPD terkait untuk memitigasi risiko indikasi tender proforma dengan melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan menginstruksikan PPK agar menjaga kerahasiaan informasi rincian Harga Perkiraan Sendiri (HPS) secara memadai;

4. Sekretaris Daerah selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk lebih cermat dalam mengevaluasi usulan anggaran kegiatan SKPD dan memverifikasi rancangan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) SKPD; dan

5. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPPA), Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Camat Ilir Barat Satu untuk menginstruksikan PPK SKPD untuk memverifikasi kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan bukti-bukti pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran.

Selain lima poin pokok tersebut, secara total BPK mendapat sebanyak 26 temuan yang terbagi dalam tiga bagian yakni Pendapatan, Belanja dan Aset. Dari temuan ini, terungkap pula sejumlah temuan dengan modus berulang yang dalam kacamatan pegiat anti korupsi, patut diduga sebagai upaya penyelewengan keuangan negara.

Seperti diungkapkan oleh Kordinator FITRA Sumsel, Nunik Handayani yang dibincangi beberapa waktu lalu. Minimnya tanggung jawab dan pengendalian dari pejabat utama Pemkot Palembang menjadi salah satu masalah utama. Hal ini menurut Nunik dipengaruhi oleh kepemimpinan dan komitmen dari pejabat tersebut untuk memaksimalkan penggunaan anggaran bagi keperluan masyarakat. 

"Dengan APBD yang bisa dibilang salah satu tertinggi di Sumsel, seharusnya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam konteks memaksimalkan anggaran itu terlihat nyata dan dirasakan oleh masyarakat," kata Nunik. Padahal. Palembang sebagai ibukota Provinsi tentunya menjadi perwajahan dalam pengelolaan anggaran bagi kabupaten/kota lain di Sumsel. (bersambung /tim)