Ada indikasi ketidaknetralan yang ditunjukkan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini sebagai seorang kepala daerah.
- Pemkot Surabaya Digugat Nenek Penjual Rujak Cingur, Ini Penjelasan Walikota
- Tri Rismaharini Lakukan Ini Setiap Akhir Pekan, Boleh Dicontoh !
- Woow ! Lihat Ini Barang Bukti Senilai Rp65,8 Miliar
Baca Juga
Menurut Koordinator Surabaya Coruption Watch Indonesia (SCWI), Hari Cipto Wiyono, ketidaknetralan yang dimaksud yakni dengan berusaha memenangkan pasangan Eri Cahyadi-Armuji dalam Pemilihan Walikota Surabaya 2020.
"Bu Risma tidak netral dan menggunakan kekuasaannya agar Eri menang, dan juga menghalalkan semuanya untuk memenangkan Eri," kata Hari Cipto Wiyono kepada wartawan, Selasa (20/10).
Indikasi tersebut berkenaan dengan gelontoran anggaran Rp 1 miliar dengan dalih program pembangunan dari Musrembang. Sayangnya, uang miliaran itu tidak jelas peruntukannya.
Oleh karenanya, ia mengaku SCWI akan melakukan identifikasi dan pengumpulan bukti. Jika nanti ditemukan pelanggaran, makan SCWI akan melapor ke Kejati Jatim.
"Kejati harus independen meski sudah dikasih rumdis oleh Risma di Jalan Ngagel, enggak boleh ewu pakewuh," ucapnya.
Sementara itu, indikasi ketidaknetralan politisi PDIP tersebut juga dirasakan anggota Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni. Menurutnya, sejak awal Risma sudah larut dalam kontestasi Pilwali Surabaya dan terlihat berpihak.
"Dari awal berharap Bu Risma bersikap sebagai negarawan, tidak terlalu larut dalam kontestasi, tapi sudah berpihak dari awal. Sejak awal kami mengingatkan Bu Risma mau meninggalkan legacy apa," ujarnya.
Salah satu indikator Risma tidak netral, jelasnya, adalah pencairan dana kampung tangguh di momen kampanye Pilwali Surabaya, padahal Covid-19 sudah melandai. Di saat kampung tangguh butuh pembiayaan, Pemkot tidak responsif. Akhirnya partisipasi warga meningkat, mereka urunan sendiri untuk membiayai kegiatannya, padahal ada SK dari camat.
"Justru memasuki tahapan kapanye, anggaran itu diberikan, padahal Covid melandai, artinya urgensi anggaran itu sudah tidak relevan kalau itu tujuannya kemanusiaan," terangnya.
Selain itu, DPRD juga sudah menyetujui refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 164 miliar yang bisa diperuntukkan kepada 260 ribu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sayangnya, anggaran itu tidak pernah direalisasikan
"Dalam waktu dekat anggaran itu direalisasikan, berarti tujuan itu bukan murni kemanusiaan," jelasnya.
Tidak hanya itu, penggunaan dana kelurahan di beberapa tempat yang tidak sesuai dengan hasil Musrembang 2019 menjadi sekian contoh Risma menggunakan instrumen kekuasaan dalam Pilwali 2020 ini.
"Termasuk penertiban APK, di situ ada inkonsistensi, APK palson 2 ditertibkan sementara paslon 1 tidak, tidak mungkin sekelas Kasatpol PP punya inisiatif begitu," tandasnya.
- PAN Masih Kaji Keinginan Prabowo Soal Pemilihan Kepala Daerah
- Delapan Daerah di Sumsel Hadapi Gugatan Hasil Pilkada di MK, Berikut Daftarnya
- Polres Muara Enim Gelar Patroli Skala Besar Pasca Pilkada, Pastikan Keamanan Tetap Terjaga