Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres Bisa Dianulir

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam/Ist
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam/Ist

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat capres-cawapres masih berpotensi dianulir. Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian yang menambahkan klausul usia paling rendah 40 tahun atau sedang menduduki jabatan yang dipilih dari pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.


Terbitnya putusan itu, dipandang sebagian kalangan seolah menyediakan "karpet merah" bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres yang diperebutkan oleh Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

"Keputusan MK itu, masih berpotensi dianulir," ujar Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada wartawan, Selasa (17/10).

Dipaparkan Khoirul Umam, putusan MK itu membuka celah pertentangan dengan Pasal 17 Ayat 3, 5, 6 dan 7 UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 17 ayat 3 UU 48/2009: "Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera".

Pasal 17 ayat 5 UU 48/2009: "Seorang hakim dan panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas pihak yang berperkara".

Pasal 17 ayat 6 UU 48/2009: "Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Pasal 17 ayat 7 UU 48/2009: "Perkara sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda".

Kata Khoirul Umam, jika merujuk pada Pasal 17 ayat 3 UU 48/2009, keberadaan Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan juga sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka.

"Hal itu menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interests), yang bertentangan dengan spirit independensi kekuasaan kehakiman," terangnya.

Merujuk pada Pasal 17 ayat 6 dan 7 UU 48/2009, masih kata Khoirul Umam, jika benar terjadi konflik kepentingan atau bahkan ada dugaan tekanan politik yang merusak independensi dan netralitas hakim, maka putusan MK kemarin bisa dianulir.

"Selanjutnya, setelah dianulir, amar putusan bisa diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda," pungkasnya.