Punya Perwako Wajib Pandu dan Kendaraan Patroli, Kadishub Palembang Sebut Urusan Tongkang jadi Kewenangan KSOP

Tugboat penarik tongkang Karya Pacific 2208  yang mengalami insiden putusnya tali penarik tongkang beberapa waktu lalu saat melintasi Sungai Musi. (ist/rmolsumsel.id)
Tugboat penarik tongkang Karya Pacific 2208 yang mengalami insiden putusnya tali penarik tongkang beberapa waktu lalu saat melintasi Sungai Musi. (ist/rmolsumsel.id)

Pengawasan lalu lintas tongkang batu bara di Sungai Musi tidak hanya menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) saja. Pemkot Palembang juga punya kewenangan untuk memastikan lalu lintas pelayaran di dalam wilayah perairan kota Palembang. 


Buktinya, Pemkot Palembang dalam hal ini Dinas Perhubungan punya kewajiban untuk memandu kapal yang akan melintasi Jembatan Ampera. Hal ini tertuang dalam Perwako No.79 tahun 2016 tentang Wajib Penundaan/Pandu bagi Kapal/Tongkang yang Melintasi di Bawah Jembatan Ampera. 

Peraturan ini merupakan turunan dari Perda Kota Palembang No.14 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Transportasi. Seperti tertuang dalam Pasal 2 poin c Perwako tersebut, setiap kapal/tongkang yang melintas di bawah Jembatan Ampera wajib dipandu oleh Petugas Otoritas Pelabuhan dan/atau Unit Penyelenggaraan Pelabuhan serta pengamanan dan pengawasan lalu lintas di perairan Sungai Musi sekitar Kawasan Benteng Kuto Besak di bawah Jembatan Ampera oleh Petugas Dinas Perhubungan.

Lebih rinci diatur dalam poin f, disebutkan tongkang yang berlayar di Sungai Musi wajib menggunakan pengawalan dari Dinas Perhubungan. Artinya pegawai Dinas Perhubungan Kota Palembang memiliki tugas untuk memandu kapal/tongkang melintas di bawah Jembatan Ampera dengan aman. 

"Hanya saja yang jadi pertanyaan, apakah tugas ini sudah dijalankan oleh Dishub Palembang? Sepengamatan saya, tongkang batu bara yang melintas ini tidak ada pengawalan yang berarti. Mereka bebas-bebas saja lewat tanpa ada yang mengawal," kata Tokoh Masyarakat Palembang, Arifin Kalender. 

Apa yang disampaikan oleh Arifin ini masih terkait dengan insiden putusnya tali pada tugboat Karya Pacific 2208 yang membawa tongkang Pacific Star 8001 yang menabrak dua dermaga di perairan Palembang, Selasa (2/1/2023).

Padahal, kata Arifin, Dinas Perhubungan Palembang juga memiliki kendaraan patroli berupa speedboat untuk memandu kapal tongkang tersebut. "Jadi buat apa punya kapal itu kalau tidak dijalankan. Sementara, kecelakaan tongkang ini masih terus terjadi," ungkapnya. 

Menurutnya, saat ini Pemkot Palembang tidak bisa lagi berpangku tangan menyerahkan sepenuhnya peran pengawasan kepada Kemenhub. Secara aturan, Pemkot dalam hal ini Dishub Palembang memiliki dasar hukum untuk melakukan pengawalan terhadap seluruh kapal yang melintasi wilayah perairan Sungai Musi di Kota Palembang. 

"Sudah banyak kerugian yang ditimbulkan. Aset jembatan Ampera ini beberapa kali sudah ditabrak. Belum peristiwa tongkang yang menabrak rumah warga Palembang dan baru-baru ini merusak dermaga  penumpang 7 Ulu. Saya rasa sudah saatnya Pemkot ambil peran karena menyangkut keselamatan warga Palembang," ucapnya. 

Arifin juga menyinggung kontribusi tongkang batu bara yang melintasi wilayah Kota Palembang terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurutnya, hingga kini tidak ada retribusi ataupun pajak yang masuk ke kas daerah. "Kenapa kita yang punya tempat tidak dapat retribusi. Untuk itu, baik Pemkot maupun DPRD kami dorong dapat merevisi aturan yang ada. Memasukkan pendapatan dari aktivitas tongkang ini kedalam aturan," terangnya. 

Dishub Palembang Bantah Kewajiban Pandu Kapal, Hanya Berwenang Lakukan Pengawasan

Perda Kota Palembang No 14/2011 tentang Penyelenggaraan Transportasi telah mengatur dengan jelas dimensi serta ukuran kapasitas tongkang yang diperbolehkan melintas di bawah Jembatan Ampera. Termasuk juga proses pengangkutan yang dilarang melintas pada malam hari. 

Hanya saja, kewenangan pengawasan terhadap aturan tersebut disinyalir tidak dilakukan oleh Dishub Palembang. Kepala Dishub Palembang, Aprizal membantahnya dengan mengatakan bahwa pengawasan tongkang yang berlayar di Sungai Musi merupakan kewenangan dari KSOP. 

"Kalau tongkang bukan wilayah kita, kalau keamanan KSOP yang menguasai pengamanan (pelayaran tongkang)," kata Aprizal. 

Menurut Aprizal, Perda Kota Palembang No.14/2011 tentang Penyelenggaraan Transportasi, hanya mengatur kapal yang akan melintas di bawah Jembatan Ampera. Syaratnya seperti ketinggian muatan maksimal 8 meter, ukuran tongkang 300 feet, lebar standar 92 meter dan berlayar pada siang hari. 

"Kita mengatur (dimensi) saat kapal yang ngolong agar aset jembatan itu terlindungi. Sementara hal teknis mengenai syarat berlayar itu dilakukan KSOP," terangnya. 

Apakah Dishub Palembang memang tidak memiliki kewenangan pengawasan? Menurut Aprizal, selama ini pengawasan yang dilakukan Dishub Palembang hanya terkait kapal yang bersandar di Pelabuhan 16 Ilir. Sementara untuk pengamanan pelayaran tongkang (wajib pandu), Dishub Palembang tidak bisa terlibat langsung. 

Sebab, menurutnya Sungai Musi memiliki klasifikasi kelas 1 yang pengawasan lalu lintasnya menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan, sesuai dengan amanat Undang-Undang. 

"Kami tidak bisa terlibat langsung melakukan pengamanan (pelayaran) tongkang, karena itu wilayah KSOP. Kami (juga) tidak bisa memeriksa tongkang, cuma syaratnya ini kalau masuk kolong (bawah Jembatan Ampera) harus dipatuhi. Kedepan,kalau ada kewenangan dan tidak menyalahi aturan, kami berharap pemerintah kota juga harus dilibatkan," ucapnya. 

Di sisi lain, dijelaskannya kalau saat ini Pemkot Palembang sedang mengajukan revisi Perda Kota Palembang No 14/2011. Dalam revisi tersebut, dititikberatkan kepada kontribusi lalu lintas tongkang batu bara terhadap PAD Kota Palembang. Sebab, sejauh ini Kota Palembang belum menerapkan retribusi terhadap tongkang yang melintas. 

"Masih dicari celah untuk menarik retribusi dari tongkang tersebut. saat ini masih dipelajari dulu," tuturnya. 

Sementara mengenai kerusakan yang terjadi di Dermaga 7 Ulu, Aprizal mengatakan saat ini dermaga tersebut belum diserahterimakan dari Kementerian Perhubungan ke Pemkot Palembang. "Sehingga statusnya masih aset Kemenhub. Kalau sudah diselesaikan baru masuk aset kita," terangnya.

Kewenangan Pemkot Palembang Perlu Dipertegas, Kemenhub Harus Tanggung Jawab! 

Anggota Pansus VI DPRD Kota Palembang, Ridwan Saiman menuturkan, kewenangan Pemkot Palembang dalam mengawasi lalu lintas di Sungai Musi harus dipertegas lagi. Sehingga, pengawasan terhadap kelayakan kapal yang akan melintas di wilayah perairan Sungai Musi kawasan Kota Palembang bisa lebih terawasi dan insiden tabrakan tidak terulang. 

"Soal pengukuran dan persyaratan lainnya itu bukan Pemkot yang lakukan. Ini yang harus dipertegas kalau Pemerintah Kota ini mau melakukan tugas apa yang ditetapkan oleh perda No 14/2011 tentang transportasi. Tapi itu belum disetujui oleh pusat dan perlu dikaji," katanya, Rabu (3/1).

Ridwan menuntut, Kemenhub harus bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut lantaran mereka memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan. "Disinilah kalau penyebab tabrakan tersebut akibat cuaca maka KSOP harus bertanggung jawab. Kenapa dibiarkan berlayar kalau arus sedang kuat," tegasnya. 

Begitupun Pelindo yang selama ini diberi kewenangan pandu kapal. Seharusnya, kapal tersebut dapat diawasi atau digiring oleh tim Pelindo sehingga mengetahui persis keamanan kapal saat melintas. "Makanya kami meminta Dishub Kota Palembang ini diberi peran juga dalam mengawasi. Kalau sudah kejadian seperti ini, masyarakat Kota Palembang yang jadi korban," tandasnya.