Pro Kontra Pembangunan Jalan Hauling RMKO: Kades Sebut Sudah Setuju, Warga Keukeuh Tolak

Sejumlah warga Desa Saka Jaya yang menolak pembangunan jalan hauling RMKO. (ist/rmolsumsel,id)
Sejumlah warga Desa Saka Jaya yang menolak pembangunan jalan hauling RMKO. (ist/rmolsumsel,id)

Rencana pembangunan jalur hauling batu bara oleh PT Royaltama Mulia Kontraktorindo (RMKO) anak perusahaan PT RMK Energy (RMKE) di Desa Saka Jaya, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, mendapat penolakan dari ratusan masyarakat setempat. Proyek ini dianggap dapat memberikan dampak negatif terhadap pemukiman warga.


Warga khawatir bahwa pembangunan jalur hauling batu bara yang terlalu dekat dengan pemukiman dan melintasi jalan poros Desa Saka Jaya akan berdampak buruk di masa depan. Oleh karena itu, mereka menuntut agar jalur tersebut dipindahkan lebih jauh dari pemukiman dan tidak melintas di jalur poros Desa Saka Jaya.

Menanggapi penolakan warganya, Kepala Desa Saka Jaya, Surat mengatakan, sejak awal, pemerintah desa menempatkan diri sebagai fasilitator antara warga dan perusahaan terkait rencana pembangunan jalan hauling tersebut. 

Dia mengatakan, untuk warga yang terkena trase pembangunan jalan, sebagian besar sudah setuju dengan pelaksanaan proyek tersebut. Hanya saja, mereka meminta izin AMDAL-nya sudah selesai dikerjakan. 

"Warga yang lahannya akan dibebaskan juga sebagian besar sudah setuju dan tanda tangan diatas materai. Hanya satu atau dua yang belum," kata Surat saat dikonfirmasi Kantor Berita RMOL Sumsel.

Menurutnya, untuk warga terdampak yang akan menerima ganti rugi pembebasan lahan jumlahnya belum pasti. Sebab, trase atau jalur jalan tersebut bisa saja berpindah-pindah. Namun pihaknya selaku Pemdes tetap pada jalur awal. Sebab, jika ada perubahan lagi, harus melakukan sosialisasi ulang. 

"Kami sudah lima kali rapat di kantor desa dan ke rumah warga. Saat ini saya sedang menunggu dari perusahaan, apakah perlu mengumpulkan warga kembali atau akan seperti apa ke depannya," ujarnya.

Untuk jarak rencana pembangunan hauling itu, kata dia, paling dekat seratus meter dan semakin kesana semakin jauh dari pemukiman.

"Kami nunggu pihak perusahaan mengenai persoalan ini bagaimana tanggapannya, setelah adanya pemberitaan (penolakan warga) seandainya perusahaan masih tetap ingin melanjutkan berarti saya harus mengumpulkan masyarakat lagi untuk rapat mengenai permasalahan tersebut," ucapnya.

Terpisah, Ketua LSM Serasan Hijau, Andi Irawan mengatakan,  seharusnya pembangunan proyek jalan yang nantinya berkaitan dengan kerusakan lingkungan dapat memperhatikan aspek-aspek kelestarian. 

Termasuk perihal pemukiman warga serta dampak yang akan terjadi nantinya ketika kegiatan hauling berjalan. Harus ada kajian mengenai jarak aman agar tidak terdampak debu maupun limbah yang mengalir ke lahan warga. 

"Ada kajian juga soal CSR. Karena akan ada dampak kesehatan dan dampak pencemaran baik limbah dan debu akibat aktivitas hauling itu," ujarnya.

Menurutnya, dalam melakukan kajian, perusahaan harus mengacu ke UU PPLH No 32 Tahun 2009 serta aturan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan tersebut. Ada jarak aman antara pemukiman dan kegiatan industri. 

Dia juga menyarankan kepada pemerintah setempat untuk berpihak pada kepentingan masyarakat. Jangan sampai ada dugaan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi sampai melabrak regulasi mengenai lingkungan hidup. 

"Selaku pejabat, harusnya lebih paham mengenai aturan. Sehingga, ketika kegiatan usaha berjalan tidak sampai mengorbankan kepentingan masyarakat," tandasnya.