Prabowo akan Kehilangan Momentum Nyapres jika Bersama PDIP di Koalisi Besar

Prabowo Subianto/ist
Prabowo Subianto/ist

Gagasan koalisi besar dikhawatirkan akan memupus hasrat pencapresan ketua umum parpol besar yang sebelumnya tergabung dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).


Pandangan pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, kekhawatiran itu akan makin besar saat parpol pemenang Pemilu 2019, PDIP bergabung ke dalam koalisi besar.

Sebab, PDIP tidak akan mungkin rela memberikan kursi calon presiden kepada parpol lain. Apalagi partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini bisa mengusung capres sendiri tanpa berkoalisi.

Dikatakan Jamiluddin, dua partai yang akan merugi jika PDIP bergabung ke koalisi adalah Golkar dan Gerindra.

"Setidaknya kader Golkar dan Gerindra akan meradang bila hal itu terjadi. Sebab, dua partai itu sudah mematok ketumnya menjadi capres," kata Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (7/4).

Mantan Dekan Fikom IISIP ini mengatakan, Prabowo yang elektabilitas sangat tinggi tentu tidak rela bila diberi posisi cawapres. Apalagi, peluangnya untuk menjadi presiden relatif besar pada Pilpres 2024.

"Kalau pada Pilpres 2024 tidak terwujud, maka Prabowo sudah kehilangan momentum untuk menjadi presiden. Prabowo sudah berjuang dari tahun 2014 untuk menjadi presiden," ujarnya.

Oleh karenanya, ia berpandangan bahwa posisi Prabowo capres saat ini adalah harga mati bagi Gerindra.

"Tampaknya Prabowo capres bagi Gerindra sudah harga mati. Karena itu, koalisi apa pun akan diterima Gerindra asalkan ketumnya (Prabowo) jadi capres," demikian Jamiluddin.