Potensi Kerugian Negara dari Dana Haji Capai Rp160 M, KPK Minta BPKH Perbaiki Diri

Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam audiensi bersama BPKH di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/1)/Ist
Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam audiensi bersama BPKH di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/1)/Ist

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan banyak persoalan dan potensi korupsi dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Bahkan potensi  kerugian negara mencapai Rp160 miliar


Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, tingginya animo masyarakat Indonesia harus dibarengi dengan tata kelola penyelenggaraan haji yang profesional, transparan, dan akuntabel. Hal itu menjadi penting mengingat sebelumnya KPK pernah menangani kasus tindak pidana korupsi di sektor pengelolaan haji.

Berdasarkan kajian Direktorat Monitoring KPK bertajuk "Pengelolaan Keuangan Haji" tahun 2019, terpotret beberapa pos titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia. Salah satu contohnya, mark up biaya akomodasi, penginapan, biaya konsumsi, dan biaya pengawasan haji.

"Faktanya menunjukkan ada perbedaan harga mulai dari biaya inap itu cukup tinggi, termasuk biaya makan dan biaya pengawasan haji. (Berpotensi) timbul kerugian negara Rp 160 miliar waktu," ujar Firli dalam audiensi bersama BPKH di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (5/1).

Selain itu, KPK juga menemukan permasalahan yakni penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tidak sesuai ketentuan dan berpotensi menggerus dana pokok setoran jemaah. Sebagai contoh, pada 2022 BPIH per satu orang jemaah adalah Rp 39 juta dari biaya riil Rp 98 juta per orang.

Oleh karena itu, KPK merekomendasikan BPKH untuk menginventarisir masalah dengan segera memperbaiki tata kelola dan menutup celah-celah permasalahan di atas.

Seperti menyusun SOP penyaluran dana kemaslahatan secara bertahap untuk yang bernilai signifikan. Serta memperbaiki kinerja investasi dan penempatan dalam rangka peningkatan nilai manfaat.