Politisi PKS Dukung Putusan MK Soal Pemilu Proporsional Terbuka

Anggota DPRD Sumsel dari Fraksi PKS, Mgs Syaiful Padli. (ist/rmolsumsel.id)
Anggota DPRD Sumsel dari Fraksi PKS, Mgs Syaiful Padli. (ist/rmolsumsel.id)

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan uji materi terkait sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan tersebut, yang tertuang dalam perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, menegaskan bahwa pemilu akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.


Anggota DPRD Sumsel dari Fraksi PKS, Mgs Syaiful Padli, menyambut baik dan mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Baginya, putusan ini menjadi bukti bahwa demokrasi di Indonesia masih berjalan dengan baik.

"Jika MK memutuskan sistem tertutup, itu berarti kita mengalami kemunduran dalam berdemokrasi. Oleh karena itu, kami mengapresiasi putusan MK ini," ujar Syaiful pada Kamis (15/6).

Syaiful menambahkan bahwa dengan sistem terbuka, para calon legislatif (caleg) akan memiliki kesempatan yang sama. Mereka dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk mendekati pemilih.

"Masyarakat kita saat ini sudah cerdas. Para caleg harus melakukan pendekatan yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, bukan hanya janji kosong," tambahnya.

Dengan sistem ini, caleg yang memiliki modal yang tidak terlalu besar atau bahkan terbatas tetap memiliki peluang untuk mendapatkan banyak suara dan terpilih, asalkan pendekatannya baik, tepat, dan mampu menyentuh hati pemilih.

"Sebaliknya, caleg yang memiliki banyak uang belum tentu bisa terpilih," ungkapnya.

Syaiful menjelaskan bahwa dengan sistem proporsional terbuka ini, akan terjadi transaksi antara caleg dan pemilih. Namun, ia menekankan bahwa masyarakat tidak akan lagi tertipu oleh janji-janji tanpa bukti.

"Pemilih kita sudah cerdas. Mereka tidak lagi tertarik dengan taktik-taktik manipulatif," tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa dalam 10 tahun terakhir, banyak bukti menunjukkan bahwa sebagian caleg yang memiliki banyak uang hanya muncul saat pemilu dan menghilang begitu saja setelahnya.

"Ketika masyarakat membutuhkan, nomor telepon tidak aktif, tidak merespons. Ini tidak bisa lagi terjadi," ujarnya.

Syaiful berharap agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat lebih maksimal dalam menjalankan dan mengawasi pelaksanaan sistem proporsional terbuka ini.