PN Jakpus Hukum KPU Untuk Tunda Pemilu, Menko Polhukam Mahfud MD: Sensasi yang Berlebihan

Menko Polhukan, Mahfud MD  (do.RMOL)
Menko Polhukan, Mahfud MD (do.RMOL)

Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu dinilai hanya mengedepankan sensasi berlebihan.


Demikian disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD, dalam keterangannya, Jumat (3/3).

“PN Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh pengadilan negeri?” katanya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga mengatakan, vonis PN Jakpus atas gugatan Partai Prima itu salah. Menurut dia logikanya sederhana, mudah dipatahkan, tapi vonis itu bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi.

“Kalau secara logika hukum, pastilah KPU yang menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis itu,” tegasnya.

Sengketa terkait proses administrasi dan hasil Pemilu, urainya, diatur tersendiri secara hukum.

Kompetensi atas sengketa Pemilu bukan berada di pengadilan negeri. Sengketa sebelum pencoblosan, jika terkait proses administrasi, yang memutus harus Bawaslu. Tapi jika soal keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.

Lagi pula, kata dia, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN.

Karena itu cukup penyelesaian sengketa administrasi, jika terjadi sebelum pemungutan suara.

Jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil Pemilu, itu jadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK).

“Itu pakemnya. Jadi tidak ada kompetensinya pengadilan umum itu. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) secara perdata tak bisa dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan Pemilu,” pungkasnya.