Petani Banyuwangi Mulai Beralih ke Pertanian Organik

Bupati Ipuk meninjau pertanian terpadu saat menjalani program Bunga Desa/Ist
Bupati Ipuk meninjau pertanian terpadu saat menjalani program Bunga Desa/Ist

Inovasi dan ketekunan adalah kunci utama dalam memajukan sektor pertanian di Banyuwangi.


Salah satu contoh paling inspiratif adalah Nuryanto, seorang petani dari Desa Temuguruh yang berhasil mengembangkan konsep pertanian terintegrasi di lahannya seluas 7 hektare. Dengan menggabungkan tanaman pangan, peternakan, dan perikanan, Nuryanto telah menciptakan sistem pertanian yang saling mendukung dan ramah lingkungan.

Berawal dari keinginan untuk beralih ke pertanian organik pada tahun 2021, Nuryanto mulai memikirkan cara agar lahan sawahnya tetap subur tanpa bergantung pada bahan kimia. Ia mulai belajar membuat pupuk organik secara mandiri dan memelihara ternak domba dengan tujuan memanfaatkan kotoran dan urine mereka sebagai bahan pupuk.

“Awalnya ya terpikir ingin beralih ke pertanian organik agar sawah saya terjaga kelestariannya. Supaya tidak terkena bahan kimia terus,” ujar Nuryanto saat dikunjungi Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani.

Kini, Nuryanto memelihara sekitar 30 ekor domba di sebagian lahannya. Kotoran domba diolah menjadi pupuk organik padat, sementara urinenya diubah menjadi pupuk organik cair. Selain itu, air dari kolam ikan lele yang dibudidayakannya juga digunakan untuk membuat Photosynthetic Bacteria (PSB), yang berguna sebagai nutrisi tanaman.

“Hasil prosesing limbah tersebut saya manfaatkan untuk pemupukan di sawah (tanaman padi), sehingga bisa mengurangi dosis pemakaian pupuk kimia sehingga lebih hemat dan ramah lingkungan,” ungkap Nuryanto dengan bangga.

Hasil dari inovasi ini bukan hanya lahan yang lebih subur dan panen yang lebih baik, tetapi juga penghematan biaya produksi dan peningkatan pendapatan dari penjualan pupuk organik. Nuryanto menjelaskan, permintaan pupuk organik yang diproduksinya semakin meningkat, terutama dari petani hortikultura di sekitar desanya.

“Sekarang permintaan semakin banyak. Rata-rata petani hortikultura di sekitar desa ini membeli pupuk organik dari saya. Ini menjadi tambahan penghasilan juga,” ungkapnya.

Tidak hanya fokus pada tanaman dan pupuk, Nuryanto juga memikirkan efisiensi dalam pemeliharaan ternak. Ia menanam rumput gajah untuk makanan dombanya dan membuat fermentasi dari rumput tersebut agar tahan sampai tiga hari, sehingga tidak perlu mengambil rumput setiap hari.

Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani mengapresiasi, inovasi yang dilakukan Nuryanto dan berharap konsep pertanian terintegrasi ini bisa diterapkan oleh kelompok tani lainnya di Banyuwangi. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga mendukung dengan memberikan pendampingan transfer ilmu dan teknologi, serta bantuan peralatan dan pupuk organik cair.

“Ini contoh penerapan konsep pertanian yang berkelanjutan. Konsep pertanian terintegrasi seperti ini terbukti menguntungkan karena semua proses bertaninya saling berkaitan, antara tanaman pangan maupun peternakannya. Kalau bisa ilmunya ditularkan ke petani sekitar,” ujar Ipuk.

Setelah tiga tahun menerapkan sistem ini, Nuryanto melihat hasil yang sangat positif. Lahan yang semakin subur dan beras yang lebih enak serta pulen adalah bukti keberhasilan konsep pertanian terintegrasi. Dengan dukungan penuh dari pemerintah dan semangat inovasi para petani seperti Nuryanto, masa depan pertanian di Banyuwangi tampak cerah dan berkelanjutan.