Pemkot Palembang Seperti Menganut Sistem Pemerintahan Netizen

Wawako dan Sekda Kota Palembang. Foto: IST
Wawako dan Sekda Kota Palembang. Foto: IST

Pengamat politik Bagindo Togar memperhatikan dinamika yang terjadi di Pemkot Palembang. Sistem pemerintahan yang berjalan saat ini menurutnya seperti menganut sistem pemerintahan netizen.


Meski dinilai cukup baik dengan merespon langsung kebutuhan masyarakat, namun hal ini mengesankan tidak adanya format pemerintahan yang jelas sesuai dengan rencana ataupun program kerja.

“Semua dikerjakan secara taktis. Sekaligus berlomba-lomba antara Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah mengejar popularitas dan simpati di sosial media, sedikit-sedikit menindaklanjuti laporan warga, sementara banyak kebutuhan masyarakat lain atau masyarakat umum yang seharusnya ada dalam rencana kerja atau program kerja yang dijanjikan saat kampanye tidak berjalan,”ujar Bagindo.

Misalnya mengenai jalan sebagai kebutuhan masyarakat. Sebelumnya Pemkot Palembang telah mengusulkan perbaikan jalan kepada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V Palembang. Ada sebelas ruas jalan yang yaitu Jl Demang Lebar Daun, Jl Parameswara, Jl Sudirman, Jl Kolonel H. Burlian, Jl Abdul Rozak, Jl R.E Martadinata, Jl Yos Sudarso, Jl Ahmad Yani, Jl Wahid Hasyim, Jl Ki Merogan dan  Jl Gubernur H Bastari.

Dari sejumlah jalan tersebut, baik Wakil Wali Kota maupun Sekda dicontohkan Bagindo justru berlomba-lomba untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait kondisi jalan di lokasi lain yang justru dijadikan ajang mencari simpati dan popularitas.

Selain program kerja yang tidak sepenuhnya berjalan, Bagindo juga melihat kesulitan yang dihadapi oleh Pemkot Palembang dalam penanganan Covid-19 yang kemudian menjadi bias dengan tindak-tanduk para pemimpin ini di sosial media. Ia melihat kapasitas Wali Kota Harnojoyo yang saat ini telah pudar tergantikan oleh Sekda yang bertarung dengan Wakil Wali Kota.

Jika Sekda disebutnya sebagai “Sekda Rasa Wali Kota”, maka Bagindo mengistilahkan Wakil Wali Kota Fitrianti Agustinda saat ini sebagai “Sosial Worker” atau pekerja sosial seiring dengan kegiatan terjadwalnya untuk mengunjungi warga sakit di kota Palembang. Padahal menurut Bagindo, kerja seperti itu, seharusnya bisa diatasi dan ditangani oleh birokrasi atau jajaran dibawahnya, seperti kelurahan atau kecamatan.

Namun kembali lagi, kewenangan dan kekuasaan yang diterima baik oleh Wakil Wali Kota maupun Sekda Kota Palembang untuk menindaklanjuti laporan masyarakat secara langsung merupakan hal yang wajar. Selama mereka telah menyelesaikan kerja, sebagai tugas dan fungsi pokok yang diamanatkan oleh Undang Undang dan janji kampanye mereka.

“Itu artinya ada fungsi yang tidak berjalan, ada yang harus segera dibenahi di Pemkot Palembang. Jika semua sudah berjalan baik, tidak perlu lagi maksa-maksa turun ke jalan, menindaklajuti laporan warga karena semua sudah diatasi dan dimonitor di tingkat terendah sampai ke tingkat RT. Andalkan teknologi, andalkan kemudahan, untuk membantu fungsi kerja, bukan malahan mencari pencitraan,”tegas Togar.