Pemkot Pagar Alam Siap Hadapi Gugatan Warga Terkait Penggusuran Lahan Bandara Atung Bungsu

;Kabag Hukum Pemkot Pagar Alam  Nirwan SH saat di wawancarai/Foto: Taufik
;Kabag Hukum Pemkot Pagar Alam Nirwan SH saat di wawancarai/Foto: Taufik

Pemerintah Kota (Pemkot) Pagar Alam menyatakan kesiapan menghadapi gugatan somasi yang diajukan oleh Usman Firmansyah dan kawan-kawan, mewakili klien mereka yang merasa dirugikan akibat penggusuran lahan untuk pembangunan Bandara Atung Bungsu. 


Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Pagar Alam, Nirwan SH, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima surat somasi tersebut dan sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pagar Alam untuk meminta saran hukum.

"Gugatan somasi ini didasari keberatan pemilik lahan yang merasa tanah serta tanam tumbuhnya digusur oleh Pemkot Pagar Alam pada tahun 2004 untuk pembangunan bandara dan belum dibayar hingga saat ini," ujar Nirwan diwawancarai RMOL Sumsel, Senin (24/6).

Nirwan menjelaskan, masalah ini sebenarnya sudah lama ada, namun baru mencuat kembali karena pemilik lahan sebelumnya mengakui sertifikat tanahnya tergadai di bank, sehingga pembayaran ganti rugi lahan tertunda. 

Namun dalam perjalanan, pada tahun 2024 tanah tersebut dijual kepada pihak lain seharga Rp 400 juta, dan pemilik baru menggugat Pemkot dengan tuntutan sebesar Rp9 miliar.

"Surat somasi dari pengacara sudah terima dan kami berkonsultasi dengan Kejari Pagar Alam untuk meminta saran hukum menghadapi persoalan ini,"ujar Nirwan.

Sperti diketahui, lahan yang disengketakan terletak di Desa Suka Cinta, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagar Alam, dengan luas 19.858 m2. Pemilik lahan mengklaim bahwa tanah dan tanaman mereka, termasuk kopi, petai, dan nangka, telah digusur habis oleh Pemkot Pagar Alam sekitar tahun 2005, namun hingga kini belum ada ganti rugi.

Advokat Usman Firmansyah, SH, yang mewakili pemilik lahan, menyatakan bahwa tindakan penggusuran tanpa ganti rugi tersebut melanggar hak asasi manusia dan hukum yang berlaku. 

Kerugian materil yang dialami pemilik lahan diperkirakan mencapai total Rp 9.342.614.000, yang meliputi nilai tanah, tanaman kopi, nangka, dan petai, serta potensi pendapatan dari hasil panen kopi selama 20 tahun.

"Kami mendesak Pemerintah Kota Pagar Alam untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami klien kami, yang resmi memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah tersebut," ujar Usman. 

Dia juga menyatakan akan melayangkan surat tembusan kepada sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Presiden RI, Ketua DPR RI, dan sejumlah menteri serta lembaga terkait lainnya.