Pekerja Perempuan di Sumsel Belum Terlindungi

ilustrasi pekerja sektor perkebunan. (ist/rmolsumsel.id)
ilustrasi pekerja sektor perkebunan. (ist/rmolsumsel.id)

Hak pekerja perempuan dinilai masih banyak yang belum terpenuhi. Baik yang bekerja di sektor formal maupun informal.


Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Women Crisis Centre (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi, Sabtu (12/6).

Menurut Yeni, mayoritas perusahaan masih belum mengindahkan aturan ataupun arahan dari pemerintah terkait pekerja perempuan. Misalnya mengakomodir cuti haid yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan ruang laktasi bagi ibu menyusui.

Belum lagi adanya ancaman kekerasan terhadap pekerja perempuan karena masih kuatnya relasi kuasa di lingkungan kerja. Pembuatan rumah perlindungan pekerja perempuan memang sudah jadi kebutuhan.

“Jika menghitung keuntungan, kehadiran Rumah Perlindungan ini sebenarnya justru membantu perusahaan meningkatkan produktifitas,” ulas Yeni dibincangi Rmolsumsel.id, Sabtu (12/6).

Pengawasan dan tindak nyata yang tegas dari pemerintah atas pelanggaran dari perusahaan juga tidak ada. Tidak heran jika Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengapresiasi inisiatif pembentukan Rumah Perlindungan dari perusahaan sendiri.

Sebelumnya diketahui, PT Hindoli, anak perusahaan Cargil Indonesia, berkomitmen untuk menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia serta mempromosikan prinsip kesetaraan gender dalam perkebunan. Komitmen itu dibuktikan dengan mendirikan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan yang diresmikan Menteri Bintang Puspayoga pada 9 Juni lalu.

Pjs. Presiden Direktur PT Hindoli, Anton Asmara menyampaikan, setiap pekerja adalah aset yang berharga bagi perusahaan, sehingga PT Hindoli memberikan prioritas dan perhatian pada kebutuhan pekerja. Termasuk menjamin tidak adanya diskriminasi dan mengakui persamaan hak.

“Karyawan adalah stakeholder utama bagi kami. Karena itu, fasilitas, sarana dan prasarana itu kami lengkapi. Termasuk mendirikan rumah perlindungan pekerja perempuan ini,” kata Anton dikutip dari siaran Kementerian PPPA.