Pecatan TNI yang Desak Presiden Mundur, Ini Catatan Masa Lalunya

Banyak juga orang memberikan dukungan kepada Ruslan Buton. Mereka menuding Pemerintah sewenang-wenang dengan ditangkapnya Ruslan Buton oleh tim gabungan dari Mabes Polri hingga Denpom TNI AD pada Kamis (28/5) lalu di Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra).


Ruslan ditangkap karena telah menyebarkan rekaman suara pembacaan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi mundur dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Sebagai mantan seorang prajurit TNI, Ruslan memiliki catatan kelam selama berkarier. Bahkan, dia dipecat secara tidak hormat karena terlibat aksi pembunuhan keji terhadap seorang petani cengkeh pada 2017.

Dari data dihimpun JPNN.Com, Ruslan merupakan seorang pria kelahiran kelahiran 4 Juli 1975 atau hampir berusia 45 tahun. Terakhir kali menjadi prajurit TNI, Ruslan berpangkat kapten inf di TNI AD.

Namun pada 2017, Ruslan yang merupakan Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau terbukti sebagai salah satu dari 10 pelaku yang diduga membunuh La Gode, seorang petani cengkeh pencuri singkong parut 5 kilogram seharga Rp20 ribu.

Aksi pembunuhan bermula ketika La Gode ditangkap mencuri. Kemudian, dia ditahan di Pos Satuan Tugas Daerah Rawan.

Di lokasi itu, Ruslan Buton dan kawan-kawan diduga melakukan penganiayaan hingga menghilangkan nyawa La Gode.

Akibatnya, Oditur Militer Ambon menjatuhi hukuman penjara 1 tahun 10 bulan kepada Ruslan Buton dan hukuman tambahan dipecat dari TNI AD.

Kemudian, setelah dia bebas dari penjara pada 2019, Ruslan Buton kemudian membentuk kelompok mantan prajurit TNI dari tiga matra, yaitu Darat, Laut dan Udara yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara.

Ruslan juga menyebut dirinya sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara. Yayasan ini lahir dari ide para mantan tentara untuk melanjutkan perjuangan mereka membela Indonesia. Kelompok ini secara resmi dideklarasikan pada 25 Januari 2020.

Sejak bebas dari penjara, Ruslan memang kerap menyoroti pemerintahan Jokowi hingga puncaknya membuat surat terbuka yang disampaikannya lewat video pada 18 Mei lalu.

Dalam surat terbukanya itu, Ruslan menuntut Jokowi mundur sebagai presiden karena menurutnya, "Kebijakan-kebijakan saudara (Jokowi) selalu melukai dan merugikan kepentingan rakyat, bangsa dan negara."

Ruslan juga menilai bahwa sistem di Indonesia ibarat benang kusut semenjak dipimpin Jokowi. Rekaman video itu juga disebarkan oleh Ruslan ke grup WhatsApp hingga akhirnya viral.

Atas kejadian itu, ada pihak yang tak terima dan melaporkan hal ini kepada aparat kepolisian pada 20 Mei.

Setelah dilakukan pendalaman, akhirnya tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara bersama Tim Densus 88 Antiteror Polri hingga Denpom TNI AD membekuk Ruslan pada Kamis 28 Mei 2020.

Beberapa saat setelah penangkapan, tagar #saveRuslanButon sempat ramai menghiasi linimasa media sosial Twitter. Hal ini merupakan bentuk simpati para pendukung Ruslan yang menyayangkan penangkapan.

Sementara itu, kini Ruslan sudah dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dia diancam dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).[ida]